REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Babil atau Babilonia merupakan peradaban kuno yang tumbuh di wilayah subur Mesopotamia (Irak). Awalnya, Babilonia hanyalah kota kecil yang mulai berpenghuni sejak era kerajaan Akkadian abad ke-23 sebelum Masehi (SM). Dalam era kekuasaan raja Hammurabi abad ke- 18 SM, kota ini berkembang pesat.
Sejarawan Kurt Seligmann dalam The History of Magic (1948) menjelaskan bagai mana ritual-ritual sihir berlangsung di Babilonia dalam masa keemasannya. Itu antara lain termaktub dalam prasasti beraksara huruf paku (cuneiform) yang ditemukan dalam reruntuhan kompleks perpustakaan kuno Nineveh (kini sekitar Mosul). Raja Ashurbanipal pada abad ketujuh SM mengumpulkan puluhan ribu gulungan atau inskripsi yang merangkum tradisi dan kode-kode hukum.
Sejak 5.000 tahun SM, masyarakat yang mendiami dataran rendah sekitar sungai Eufrat dan Tigris sudah memiliki tata kebudayaan yang cukup maju. Di samping pemimpin, mereka juga memiliki kaum pendeta yang mendampingi jalan nya pemerintahan. Mereka mendirikan banyak kuil dan menara peribadatan un tuk menyembah para dewa.
Di malam-malam sakral, beberapa anggota masya rakat ini mengadakan ritual. Di antara sesembahan mereka adalah Hea selaku dewa bumi dan Ana dewa langit. Saat itu lah mereka mem praktikkan gerakan-ge rakan sihir (conjuration), termasuk mem bakar dupa, merapal mantra-mantra, atau bernyanyi hingga berteriak bersama.