REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa itu, tahun 51 Hijriyah, al-Rabi' bin Ziyad al-Haritsy, sahabat Rasulullah SAW, ditunjuk menjadi gubernur Khurasan. Penunjukan Rabi' bukan tanpa alasan. Rabi' bin Ziyad merupakan sahabat Rasulullah yang bersemangat menegakkan panji-panji tauhid melalui jihad.
Setelah dipercaya menjabat gubernur di Khurasan, Rabi' berjanji menyeberangi Sungai Saihun, sungai besar yang terletak setelah Kota Samarkand. "Dengan izin Allah juga akan aku pandang panji tauhid di barisan negeri ma wara'a an nahar (negeri-negeri di seberang sungai istilah yang ditujukan untuk negeri-negeri bekas jajahan Rusia itu)," bisik Rabi bin Ziyad seperti yang ditulis buku Kerinduan Seorang Mujadid.
Hal yang paling mengesankan dari Rabi' bukan hanya semangatnya membela agama Allah, melainkan juga kebijaksaannya dalam membebaskan seorang budak dan membagi harta hasil rampasan secara merata. Budak yang selama ini diajak Rabi' berperang di jalan Allah adalah seorang pemuda bernama Farrukh. Farrukh merupakan budak yang paling setia menyertai Rabi sebagai tuannya menjemput surga di bawah kilatan pedang.
Dari kebijaksanaan Rabi' memerdekakan Farrukh sebagai budak dan membagi harta rampasan perang yang pada akhirnya menjadikan putra Farrukh seorang yang alim karena disekolahkan dengan harta warisan Farrukh.
"Terimalah bagianmu dari rampasan perang ini! Dan sejak hari ini, aku bukan tuanmu lagi. Mulai hari ini engkau adalah orang merdeka," kata Rabi'.
Mendengar perkataan yang jarang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki budak, Farrukh seakan tidak percaya. Untuk itu, dia menegaskan lagi dengan bertanya kepada tuannya. "Benarkah apa yang dikatakan Tuan tentang kemerdekaan untukku?" Rabi' tersenyum melihat kebahagiaan Farrukh melalui pertanyaan singkatnya itu dan menjawab sebagai penegasan.
"Iya. Farrukh. Sejak sekarang engkau bebas membawa dirimu ke mana saja engkau mau. Dan engkau berhak mendapatkan itu semua," ujarnya.