Ahad 14 May 2017 19:42 WIB

TGB Ungkap Konsep Kepemimpinan Berlandaskan Spiritual

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Maman Sudiaman
Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi saat mengikuti rapat di Istana Negara beberapa waktu lalu.   (Republika/Wihdan Hidayat)
Foto: Republika/ Wihdan
Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi saat mengikuti rapat di Istana Negara beberapa waktu lalu. (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID,  MAGELANG -- Gubernur NTB Tuan Guru Haji (TGH) Muhammad Zainul Majdi hadir dalam dalam dialog interaktif bertajuk "Spiritual Diwujudkan Dalam Kepemimpinan" di Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah, Ahad (14/5).

Tuan Guru Bajang (TGB) mengatakan, konsep spiritualitas dalam kepemimpinan bisa menjadi satu tawaran untuk mengatasi kebuntuan akan teori kepemimpinan yang sudah populer. Namun, TGB menegaskan teori seindah apapun, akan percuma jika pada implementasinya tidak bisa terealisasi dengan konkret.

Dalam konsep kepemimpinan yang dibangun berlandaskan spiritualitas, TGB menyebut sebuah kalimat, innalillahi wa innailahi rajiun yang memiliki arti segala sesuatu, termasuk kepemimpinan (jabatan) merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang juga akan kembali kepada-Nya.

"Inilah ucapan yang selalu terlontar dari seseorang yang diberikan amanah untuk memimpi, bukan syukuran besar-besaran," ujar TGB di Universitas Tidar, Magelang, Ahad (14/5).

TGB yang juga menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Wathan (PBNW) itu menambahkan, kepemimpinan berlandasan spiritual menyangkut beberapa hal, salah satunya ialah bagaimana menciptakan keadilan bagi yang dipimpinnya. TGB menilai, sisi keadilan merupakan penentu bagi kemajuan sebuah negara, daerah, atau dalam ruang lingkup yang lebih kecil.

"Kalau tidak ada keadilan, kecurangan, perilaku koruptif, tidak akan maju," ungkap TGB.

Islam, lanjut TGB, sangat mengajarkan untuk berbuat adil kepada semua. Pengambil kebijakan bisa memformulasikan konsep keadilan dalam setiap suatu kebijakan, baik melalui undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan lain sebagainya.

"Spiritualitas dalam kebijakan akan terwujud dalam peraturan yang formal dan prosedural tapi masuk substansi nilai keadilan," lanjut TGB.

Oleh karenanya, perumusan kebijakan yang adil, kata TGB, sudah sepatutnya menyasar pada keberpihakan terhadap orang-orang yang memerlukan keberpihakan. Dia menganalogikan hal seperti lomba cepat antara pengendara mobil yang baru dengan seseorang yang hanya menggunakan sepeda onthel. Dengan kemampuan yang sangat jauh berbeda dan mengambil titik start yang sama tentu sudah bisa ditebak hasilnya.

"Perlu keberpihakan kepada yang memerlukan keberpihakan. Tidak bisa katakan saya netral saja. Kalau ada disparitas harus ada keberpihakan kepada yang lemah," kata TGB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement