REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, ilmu falak masih tetap penting meski saat ini kurang diminati sebagian masyarakat kita. Namun, justru yang sedikit dan kurang diminati ini sebenarnya memiliki nilai luar biasa, dan ke depan, hal ihwal tentang ilmu falak semakin relevan.
Menurut Lukman, persoalan falakiyah merupakan satu hal yang terus kita seriusi. Bagaimanapun juga kehidupan kita mengalami percepatan dinamika yang sangat pesat, kita hidup di era globalisasi, era di mana kita menjadi warga dunia.
"Interaksi sesama kita semakin dekat apalagi dipermudah teknologi informasi, sehingga persoalan-persoalan keagamaan khususnya terkait dengan ilmu falak ini, lebih spesifik lagi terkait dengan penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah tidak lagi jadi persoalan kita Indonesia semata tapi juga dunia, itu tidak terlelakkan lagi," ujar Lukman saat membuka acara Workshop Pengembangan Falakiyah pada Pondok Pesantren Zona I di Semarang, Jumat (12/5).
Lukman menyampaikan, pemerintah sangat mendukung penuh adanya kehendak bagaimana kita bisa menyatukan kalender hijriyah yang bisa digunakan menyeluruh oleh warga bangsa ini, karena ini sudah menjadi kebutuhan bersama.
"Bahkan pemerintah tidak hanya semata mendukung tapi juga menginisiasi, melakukan berbagai inisiatif untuk bagaimana kita bisa berada pada titik yang sama dalam menentukan 1 Syawal, awal Ramadhan, dan 10 Dzulhijjah. Tentu kita sama tahu, ini masih menjadi perbedaan di antara kita. Perbedaan tersebut memiliki landasannya masing-masing," kata Lukman.
Menag memahami, menentukan awal Ramadhan, 1 Syawwal dan 10 Dzulhijjah merupakan persoalan ijtihad atau ikhtiar upaya manusia bagaimana menentukan mensepakati bersama. Pada tataran ini, ujar Menag, semestinya kita sesama manusia kalau memiliki tujuan dan niatan yang sama, mestinya bisa disatukan.
"Intinya saya ingin katakan, alasan untuk menyatukan kalender hijriah ini juga penting dihadirkan sehingga ada kebutuhan sama di antara kita untuk kita satukan, dan ketika ada kebutuhan sama, itu sudah sama ada pada diri kita, maka itu lebih memudahkan, karena ini hanya soal pendekatan metodologi saja yang pada tataran ijtihad sebenarnya bisa disatukan, kalau kebutuhan dan tujuannya sama," tuturnya.
Menurutnya, disinilah sesungguhnya tantangan bagi kita, agar apa yang menjadi kebutuhan sejak dahulu di berbagai kalangan bahwa ini (kalender hijriah) bisa disatukan.Selama kita memiliki kebutuhan sama, dan selama bisa melalui komunikasi dan pendekatan yang baik kepada sejumlah pihak yang masih berbeda-beda cara pandangnya.
"Oleh karenanya, saya menyampaikan apresiasi kepada Ditpontren, UIN Walisongo juga kepada yang menekuni ilmu falak ini," katanya.
Menag berharap, workshop ini mudah-mudahan menjadi katalisator, menjadi sesuatu yang mempercepat proses terwujudnya apa yang menjadi keinginan kita bersama.
Tampak hadir Plt. Direktur PD Pontren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Imam Syafii, Kakanwil Kemenag Jawa Tengah Farhani, narasumber KepalaLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ThomasDjamaluddin, ahli astronomi CecepNurwendaya.