REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyepakati untuk memberlakukan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) sebagai langkah strategis dalam menunjukkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Sub Direktorat Hisab Rukyat dan Syariah pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Ismail Fahmi mengatakan, kalau Muhammadiyah ingin menerapkan Kalender Hijriyah Global Tunggal, negara mana saja yang akan ikut kalender tersebut? Mungkin yang menerapkan KHGT hanya Muhammadiyah dan negara Turki serta negara persemakmuran Turki, karena kriteria yang dipakai mereka sama.
Fahmi mengatakan, Kemenag melihat keberagaman di Indonesia, program unifikasi sudah tidak lagi diusahakan. Tetapi lebih menghormati dan menghargai perbedaan yang ada.
Ia menjelaskan, di Indonesia ada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII), dan organisasi masyarakat (ormas) Islam lainnya. Tentu ada juga masyarakat Muslim yang tidak terikat dengan organisasi Islam manapun.
"Maka di sinilah peran pemerintah (Kemenag) bisa memberikan pedoman kepada orang-orang yang tidak punya pegangan terhadap kalender Hijriyah mana yang mau dia gunakan," kata Fahmi kepada Republika, Senin (26/2/2024).
Fahmi mengatakan, tapi pemerintah juga tetap menjadi fasilitator, sebab Persis, DDII dan ormas Islam lainnya butuh kepastian serta butuh sikap pemerintah. Maka di sinilah posisi pemerintah menjadi fasilitator.
"Untuk unifikasi (penyatuan) kalender Hijriyah, ya sudah, tidak mungkin kita memaksakan Muhammadiyah ikut, karena Muhammadiyah tidak pernah mau ikut," ujar Fahmi.
Fahmi mengungkapkan, Kemenag sudah berusaha semaksimal mungkin memperbaiki kriteria yang ada. Kemudian di tahun 2021, para menteri agama sudah menandatangani kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang baru.
Tahun 2022, kriteria MABIMS yang baru sudah diimplementasikan dengan tinggi hilal 3 drajat dan elongasi 6,4. Jadi sebetulnya Kemenag mengajak semua ormas untuk bisa menyepakati itu. Sebenarnya, Persis, DDII, Al-Irsyad dan yang lainnya sudah sama kriterianya, tinggal Muhammadiyah yang belum sama kriterianya.
Fahmi menambahkan, menteri agama ingin menyerahkan kalender Hijriyah ke umat Islam yang beragam di Indonesia. Dengan catatan, umat harus bisa menghargai dan melihat perbedaan dengan dewasa dan bijaksana.
"Program unifikasi kalender Hijriyah tidak usah (dilanjutkan), tapi kalau Kementerian Agama, cukup Kementerian Agama memberikan pedoman untuk masyarakat," kata Fahmi menyampaikan pandangan menteri agama terkait unifikasi kalender Hijriyah.