Oleh: Muhammad Arifin Ilham
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan aromanya sudah mulai tercium. Dan sebentar lagi kita akan disuguhkan pemandangan yang mendadak banyak berwajah soleh dan solehah. Kaum Adamnya berpeci dan berbaju takwa, sementara kaum Hawanya anggun berbungkus jilbab. Harapan kita semoga kesalehan itu terus terlestari seterusnya. Tidak hanya nanti di bulan Ramadhan, tapi juga dimulai sekarang dan berikutnya setelah Ramadhan.
Terkhusus tentang jilbab, rasanya sudah banyak dalil-dalil disebutkan para ustaz kita. Tinggal kini cecapkan dengan iman, semua anjuran agama itu agar hidup dan menghidupkan dalam keseharian para Muslimah kita.
Jangan lupa, tujuan seorang mukmin adalah keridhaan Allah, at-thoo'ah babur ridha. Sehingga rasanya tidak nyaman menyebut dirinya beriman kepada Allah, tapi tidak taat dengan perintah-Nya. Jilbab adalah perintah Allah. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (QS al-Ahzab [33]: 59).
Nabi SAW pernah menegur Asma binti Abu Bakar. "Wahai Asma! Sesungguhnya seorang gadis yang telah haid tidak boleh baginya menampakkan anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja," (Muttafaq 'Alaih). Teguran hikmah ini tentu adalah juga sentilan untuk para akhwat kita yang sudah haid tapi masih membuka rambut dan hal lain selain tangan dan wajah.
Hal yang pasti, kita semua ingin selamat di akhirat. Sungguh siksa pedih bagi mereka yang membuka auratnya. "... Para wanita yang berpakaian tapi telanjang (tipis atau tidak menutup seluruh aurat), berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya," (HR Abu Daud).
Rasanya kita tidak mau, atas semua amal ibadah yang kita lakukan ternyata saat dihisab semua menguap dan tidak berbekas. Amal ibadahnya tidak diterima. Mereka yang tidak menutup auratnya maka keadaan shalatnya tidak diterima oleh Allah SWT. Sayang dan tentu sangat disayangkan. "Tidak diterima shalat perempuan yang sudah haid (balighah) kecuali dengan menutup auratnya." (HR Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Ala kulli hal, kita ingin semuanya terjaga. Bukankah kesalehan yang diteruskan dengan tidak mengenal waktu dan tempat akan menjadikan dirinya terselamatkan dari semua tipu daya setan dan tarikan dunia. Saat dirinya terus mengikatkan dengan syariat Allah maka saat itulah dirinya menjadi pembeda dari yang lain, yang masih setengah dalam keimanannya. Ada syiar kebaikan dan keterjagaan pada dirinya. (QS al-Ahzab [33]: 59). Biarkan auratmu hanya untuk yang Allah halalkan.