Selasa 25 Apr 2017 18:15 WIB
Belajar Kitab

Al-Manhiyyat: Ada Hikmah dari Sebuah Larangan

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam agama memang ada sebagian perintah ataupun larangan dalam yang bersifat ta'abbudi (transendental) dan ada pula yang dikategorikan sebagai ta'lili (bisa dirasionalisasikan). Baik yang bersumber dari Kalam Allah SWT ataupun hadis yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. Tapi, tak semua pesan yang tersimpan di balik kedua hal tersebut mampu ditangkap oleh akal manusia. 

Berangkat dari fakta ini, muncul sejumlah karya yang mencoba menguak hikmah dari sebuah perintah atau larangan. Salah satunya datang dari al-Hakim at-Tirmidzi (ia bukan Imam Tirmidzi yang pakar hadis. At-Tirmidzi pakar hadis bernama Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmizi (279 H). 

Tokoh yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Basyar al-Hakim at-Tirmidzi itu berusaha menguraikan pesan yang terkandung di balik larangan ataupun anjuran-anjuran yang pernah disampaikan oleh Rasulullah. 

Ia membatasi ulasannya hanya pada hadis-hadis Rasulullah dengan dejarat kesahihan yang beragam. Uraiannya itu diperkuat dengan argumentasi yang berasal dari Alquran, riwayat hadis lainnya, dan pendapat para ulama. Penjelasannya sangat sederhana. 

Karenanya, pembahasan kitab yang salah satu naskah manuskripnya masih tersimpan di Dar al-Kutub, Kairo, Mesir, itu mudah dibaca dan tak terlalu sulit memahaminya. 

Tapi, analisis dan pembacaan pesan yang tersimpan dalam hadis Rasulullah oleh tokoh yang berasal dari Tirmidz, sebuah daerah yang kini berada di wilayah Uzbekistan dan sebagian barat Kazakstan, tersebut tergolong mendalam. Hal ini tak terlepas dari latar belakang tasawuf dan ilmu olah spiritual yang ia dalami. Kedalamannya itu juga tampak di beberapa karyanya. Sebut saja, Ilal al-Ubudiyyah, Syarh as-Shalat wa Maqashiduha, al-Hajju wa Asraruhu, dan tentunya mahakaryanya yang terkenal, yaitu Khatm al-Awliya.'

Dalam pembukaan kitabnya, tokoh yang hidup hingga 320 H tersebut menegaskan satu poin penting. Bahwasanya, semua larangan yang diberlakukan oleh Rasulullah kepada umatnya memiliki tujuan positif dan benar. Bila peringatan dan larangan itu diikuti maka yang bersangkutan akan tetap berada dalam kebenaran. Sebaliknya, bila dilanggar maka ia telah tergelincir dari hidayah-Nya. 

Fakta bahwa hadis larangan memiliki motif dan tujuan ini tak terbantahkan. Hanya, barang kali tidak kasatmata oleh kebanyakan orang. Kesimpulannya itu sangat berasalan.  Hal ini terlihat jelas pada upayanya menyibak tabir di 170 hadis tentang etika hidup sehari-hari yang ia kutip dalam kitab al-Manhiyyat. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS al-Hasyr [59]: 7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement