Selasa 25 Apr 2017 10:09 WIB

Menyoal Politik Uang

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
 Ilustrasi Politik Uang
Foto:

Amirsyah pun menjelaskan, politik uang telah dilekatkan dengan orang-orang kafir. Orang kafir itu identik dengan kecurangan dan politik uang sepanjang zaman di berbagai belahan bumi ini termasuk di Indonesia. "Dalam kesempatan ini perlu rasanya  para pejuang kebenaran merenungkan dan menyadarkan umat bahwa politik uang itu haram," kata dia.

Amirsyah juga berpesan bahwa orang–orang yang memperjuangkan kebenaran itu harus menggunakan cara dan strategi yang masuk akal untuk memenangkan kebenaran. Orang-orang yang memperjuangkan kebenaran itu, kata dia, sangat yakin bahwa Allah SWT menolong yang melaksanakan kebenaran. 

Politik uang juga dibahas dalam Munas Alim Ulama' dan Konbes Nahdlatul Ulama 2012.Politik uang haram sehingga masyarakat harus menjauhinya. Dalil yang melarang politik uang adalah QS al-Baqarah ayat 188. Dalam ayat tersebut, Allah Ta'ala berfirman: "Dan, janganlah kalian memakan harta-harta di antara kalian dengan cara yang bathil." [QS al-Baqarah: 188]. Imam al Qurthubi mengatakan, "Makna ayat ini adalah janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lainya dengan cara yang tidak benar." 

Dia menambahkan, "Barang siapa yang mengambil harta orang lain bukan cara yang dibenarkan syariat, sesungguhnya ia telah memakannya dengan cara yang bathil. Di antara bentuk memakan dengan cara yang bathil adalah putusan seorang hakim yang memenangkan kamu, sementara kamu tahu bahwa kamu sebenarnya salah. Sesuatu yang haram tidaklah berubah menjadi halal dengan putusan hakim." (Al Jami'Li Ahkamil Qur'an juz II hal 711).

Di dalam hukum positif, politik uang dilarang negara. Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan beberapa poin pidana yang masuk dalam kategori politik uang. Di antaranya termaktub dalam 187 A yakni setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan. Pelakunya juga diancam denda paling sedikit Rp 200 juta  dan paling banyak satu miliar. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement