REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Alquran dijelaskan, bahwa pernikahan bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah (damai), mawaddah (bahagia), dan rahmah (kasih sayang).
''Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.'' (Ar-Rum: 21).
Itulah tujuan besar dari pernikahan. Pengarang Kitab Qurratu al-‘Uyun ini mengatakan, manfaat terbesar dari pernikahan adalah lahirnya keturunan. Namun demikian, pernikahan juga dapat melahirkan malapetaka. Dan, malapetaka terbesar dalam sebuah pernikahan adalah mencari penghidupan dengan jalan yang haram.
Karena itu, para ulama sepakat membagi hukum pernikahan itu menjadi lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Dalam kitabnya ini, Syekh Muhammad at-Tahami Ibnu Madani menjelaskan kelima hukum pernikahan tersebut.
Pertama, pernikahan wajib hukumnya apabila orang yang hendak menikah itu telah memiliki kemampuan (lahir dan batin), dan apabila ia tidak segera menikah, dikhawatirkan akan berbuat zina.
Kedua, hukum dari pernikahan itu adalah sunnah, apabila orang yang hendak menikah menginginkan sekali punya anak, tetapi ia masih mampu mengendalikan diri dari perbuatan zina, baik ia sudah berminat menikah atau belum.
Ketiga, makruh menikah, apabila orang yang hendak menikah belum berminat punya anak. Namun demikian, dirinya masih mampu menahan diri dari berbuat zina. Kemudian, pernikahan berhukum mubah (boleh), apabila orang yang hendak menikah itu mampu menahan gejolak nafsunya dari berbuat zina, sementara ia belum berminat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai telantar.
Dan, pernikahan bisa pula menjadi haram hukumnya, apabila ia menikah, justru akan merugikan istrinya karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin, atau jika menikah ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan Allah, walaupun orang tersebut sudah berminat menikah dan ia mampu menahan gejolak nafsunya dari berbagai zina.
Karena itu, bagi mereka yang sudah mampu untuk menikah, Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk segera melakukannya. Sebab, pernikahan adalah sunnah Rasulullah, dan mereka yang enggan untuk menikah, maka ia tidak termasuk umatnya. Demikian penegasan Rasulullah SAW.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW mengimbau para pemuda untuk segera menikah. ''Wahai para pemuda, apabila kalian telah mampu untuk menikah, bersegeralah menikah, karena pernikahan dapat menundukkan pandanganmu dan kemaluanmu lebih terjaga. Namun, jika kamu belum mampu menanggung beban pernikahan hendaklah ia berpuasa, karena itu akan menjadi perisai bagimu.'' Wa Allahu A'lam.