Senin 17 Apr 2017 15:45 WIB

Umat Islam di Mozambik Berjuang untuk Pengakuan

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Maputo, salah satu kota di Mozambik
Foto: AP
Maputo, salah satu kota di Mozambik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi ini terbalik dengan beberapa dekade sebelumnya. Islam pernah menghadapi tantangan serius di Mozambik selama era kolonial. Selama periode Estado Novo (1926-1974), Katolik Roma menjadi agama yang dominan berikut aliansi formal antara gereja dan pemerintah.

Partai yang berkuasa di Mozambik sejak kemerdekaan, yang dikenal sebagai Frelimo, melakukan kampanye antiagama selama kurun waktu 1979-1982. Setelah kemerdekaan, Frelimo menyatakan Mozambik sebagai negara sekuler dan menasionalisasikan semua sekolah dan fasilitas kesehatan, yang sebelumnya dimiliki dan dijalankan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Sikap represif pemerintah ditunjukkan dengan memenjara beberapa ulama pada 1975.

Kampanye antiagama ini dilakukan bukan hanya kepada agama Islam, melainkan agama lainnya juga. Namun, selama masa ini Islam dapat dikatakan menjadi yang paling menderita karena adanya kesalahpahaman atau prasangka dari kepemimpinan Frelimo.

Kampanye antiagama dari Frelimo secara resmi berakhir pada 1982 ketika partai yang berkuasa mengadakan pertemuan besar dengan semua lembaga keagamaan.

Pada kesempatan itu, Frelimo mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan menyadari pentingnya persatuan nasional untuk negara. Kontrol negara dari lembaga keagamaan dilanjutkan setelah 1982, tapi serangan negara terhadap agama telah berakhir.

Sejak akhir periode sosialis (1989 dan seterusnya), Muslim telah menjalani keyakinan dengan bebas dan membangun masjid baru. Muslim juga mulai berkontribusi di parlemen.

Organisasi agama Islam mulai dibentuk dan sebuah Universitas Islam didirikan di Nampula, dengan cabang di Inhambane. Mozambik juga merupakan anggota aktif dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement