REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selalu ada temuan-temuan fakta menarik yang diangkat oleh Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam karya-karyanya. Melalui kitabnya yang berjudul Abwab al-Farah (Pintu Kebahagiaan), tokoh kelahiran Babussalam, Makkah 1367 H/1947 M ini membeberkan khasiat-khasiat dari wirid dan doa.

Baik berupa susunan kalimat-kalimat permintaan, pujian, atau deretan ayat dan surah-surah Alquran yang pernah digunakan oleh gerenasi salaf, tidak hanya sahabat, tetapi juga generasi setelah mereka, yaitu tabiin ada tabi'tabiin. Keseluruhan pembahasan terangkum apik dalam 15 bab dengan beragam topik pilihan.

Dan, sebagiannya ternyata, menurut Syekh Muhammad, banyak di antara wirid dan doa tersebut yang justru adalah murni berasal dari ijtihad, dan belum pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW.

Artinya, memang doa-doa tersebut bisa jadi muncul karena inovasi yang bersangkutan dan dijadikan acuan doa atau wirid pribadi sehari-hari. Dalam posisi ini ketika Rasulullah mengetahui dan mendengar doa atau wirid tersebut, tidak serta-merta menolak, bahkan tak jarang mengiyakan dengan ketetapannya (sunah taqririyah).

Sebagai contoh, dalam riwayat Abdullah bin Buraidah disebutkan, Rasul pernah mendengarkan doa seorang sahabat dengan mengutip potongan Surah al-Ikhlas dengan redaksi demikian:  Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadamu karena Engkau Allah tidak ada tuhan selain Engkau yang Satu yang Maha Esa, Yang bergantung pada-Nya segala sesuatu, Yang tidak melahirkan dan dilahirkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.

Lalu apa respons Rasulullah? Beliau menjawab sebagai pertanda afirmatif, Ia telah meminta Allah SWT dengan nama-Nya yang agung yang jika ia berdoa menggunakannya, Allah akan kabulkan, dan jika ia meminta Allah berikan.

Ikuti Whatsapp Channel Republika