Rabu 05 Apr 2017 16:19 WIB

Mengguyur Rambut Saat Mandi Besar, Haruskah?

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Sepasang suami istri/ilustrasi
Foto:

Prof Abdul Karim menguraikan ada dua kondisi yang berbeda dengan konsekuensi hukum yang tak sama pula. Pertama, jika Muslimah yang bersangkutan mandi besar akibat mimpi basah ataupun pascaberhubungan intim maka para ulama sepakat tidak wajib memijat, lalu meratakan (naqdh as-sya’r)) air hingga merata ke rambutnya. Ini seperti hadis riwayat Ummu Salamah. 

Di hadis itu, Ummu Salamah pernah bertanya langsung kepada Rasulullah apakah ia harus membasahi keseluruhan rambutnya secara total.  Rasulullah menjawab tidak perlu melakukan hal itu bila disebabkan oleh mimpi besar/ bersenggama. Cukup dengan usapkan air tiga kali ke rambut dan mengguyur saja. “Itu sudah cukup menyucikan,” sabda Rasul. Salah satu hikmah di balik ketidakwajiban tersebut, agar tidak membebani Muslimah. Ini mengingat frekuensi kedua aktivitas itu terkadang sering terulang.   

Tetapi, para ulama berbeda pandangan bila mandi besar itu karena bersuci dari haid atau nifas. Menurut kubu yang pertama, wajib meratakan air ke seluruh rambut dari ujung hingga pangkal rambut. Pendapat ini disampaikan oleh al-Hasan, Thawus, dan sebagian ulama bermazhab Zhahiri, berikut sejumlah tokoh dari Mazhab Hanbali. 

Pendapat mereka merujuk hadis riwayat Bukhari dari Aisyah. Di hadis itu, Aisyah memberitahukan bahwa dirinya tengah haid saat wukuf di Arafah. Usai berhenti dari haid, Rasul mengarahkan Aisyah agar segera mandi dan meratakan air ke seluruh bagian rambutnya. Dari ujung hingga akar. “Ratakan, lalu sisirlah,” kata Rasul. 

Sedangkan, mayoritas ulama berpendapat, hukum meratakan air tersebut cukup sunah, tidak sampai pada level wajib. Opsi ini juga dipilih oleh sebagian ulama bermazhab Hanbali. Menurut mereka, hadis Ummu Salamah itu, tidak hanya menyangkut mandi besar karena bersenggama ataupun mimpi besar. Tetapi, maksudnya juga mandi besar akibat nifas atau haid. Ini diperkuat pula dengan hadis riwayat Aisyah oleh Muslim. Hadis itu tidak menyebutkan kewajiban naqdh, seperti yang diklaim oleh kelompok pertama.          

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement