REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalan yang ditempuh oleh seorang salik guna mendekatkan diri kepada Allah sangat beragam. Berbagai upaya takarub dan serangkaian ritual dijalankan untuk mendapatkan esensi dan makna penghambaan.
Bentuk ibadah yang dilakukan bisa berupa tindakan dan ucapan seperti halnya shalat. Dan, selain ritual yang melibatkan seluruh anggota badan, terdapat juga ibadah yang sepenuhnya terkonsentrasi pada lisan, antara lain berzikir ataupun membaca wirid, yang disarikan dari Alquran dan Sunah.
Ibadah berzikir oleh Abu Thalib Al-Makky disebut sebagai media mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan berulang kali, baik di waktu siang ataupun malam hari. Media tersebut dioptimalkan sedemikian rupa agar mendapatkan kebahagian, baik di dunia ataupun di akhirat.
Sedangkan dalam pandangan Al-Ghazali, berzikir merupakan wasilah meningkatkan rasa cinta hamba terhadap Rabb-nya. Semakin tinggi kecintaan seorang hamba, intensitas mengingat Allah melalu zikir ataupun wirid juga semakin naik.
Tak heran, sebagai rekam jejak zikir, doa, dan wirid keseharian yang pernah dituntunkan Rasulullah, lantas muncul beragam kitab yang diitulis dan mengupas tentang zikir sehari-hari yang bisa dijadikan sebagai pilihan usaha meraih keridaan itu.
Di antara kitab yang berisi kumpulan doa dan zikir sehari-hari itu, yaitu kitab Al-Nasai dengan tajuk Amal Al-Yaum Wa Al-lailat” dan kitab Al-Adzkar Hilyat Al-Abrar Wa Syiar Al-Akhyar Fi Talkhis Al-Da’wat Wa Al-Adzkar.”
Kitab Khazinat Al-Asrar Jalilat Al-Adzkar karangan Muhammad Haqqi Al-Nazili turut memberikan konstribusi bagi umat Muslim, terutama para pegiat suluk di kalangan kaum sufi. Sekalipun kitab ini hadir jauh setelah deretan kitab-kitab bergengsi dikarang, namun Khazinat mampu mendapatkan kedudukan di hati para pembacanya.
Di pesantren tradisional salaf, misalnya, acap kali diadakan pengijazahan atau memberikan silsilah sumber wirid dan zikir yang terdapat dalam kitab.