REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak didirikannya masjid pada 2006, umat Islam Belgorad makin berani menampakkan dirinya. Hampir tiap hari Jumat, terdapat dua sampai tiga orang jamaah baru yang ikut shalat Jumat di masjid, meskipun setelah sekali datang belum tentu mereka datang lagi. Mengapa? Karena mereka kurang memperoleh pemahaman agama secara memadai.
Imam masjid merupakan satu-satunya takmir (pengurus) masjid. Imam Masjid Belgorad bernama Faidzullah, seorang pemuda berusia 32 tahun asal Dagestan. Ia sangat terampil berbahasa Arab. Pengetahuan agama dan bahasa Arab ia peroleh sewaktu sekolah di salah satu madrasah di Dagestan, Rusia.
Komunitas Muslim Belgorad bercorak Salafi. Seperti umumnya Salafi, persoalan bid’ah dan hal-hal yang sifatnya khilafiyah merupakan tema yang sering disampaikan dalam berbagai kesempatan, baik sewaktu khutbah Jumat atau dalam bincang-bincang lepas. Dan, saya mengalami hal itu. Sewaktu saya kali pertama shalat Jumat, lalu berlanjut pada perkenalan dan diskusi, mereka langsung berkata ”Memelihara kumis haram akhi”.
Pernah suatu ketika, saya datang ke masjid. Suasana sepi karena bukan hari Jumat. Di masjid ada seorang jamaah (sebut saja Mr ’X’) bersama istri dan seorang anaknya. Begitu mengetahui saya masuk, istri Mr ’X’ bergegas pergi. Tanpa ekspresi. Tanpa basa-basi, tampak ketakutan. Mereka beranggapan, pertemuan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim adalah dosa.
Komunitas Muslim Belgorad lebih tertarik mempermasalahkan khilafiyah dibandingkan membuat program-program dakwah. Akibatnya, masjid hanya difungsikan untuk shalat jamaah. Di luar itu, tidak ada kegiatan selain berkumpul dan berbincang-bincang lepas. Padahal, banyak di antara Muslim Belgorad yang belum paham tata cara shalat. Dan, setelah saya telusuri ternyata mereka awam dalam beragama.
Pernah suatu ketika, ada kejadian yang menggelikan. Seusai shalat Jumat, orang-orang menunaikan shalat sunah. Hanya saya sendiri yang tak menunaikannya karena tengah mengambil gambar mereka. Begitu mereka shalat sunah dan saya selesai memotretnya, mendadak mereka menoleh sambil tetap melaksanakan shalat sunah. Pada mulanya saya kaget, tapi akhirnya memaklumi sikap keawaman mereka.
Melihat kondisi demikian, tampaknya dibutuhkan dai-dai yang siap membantu pemahaman umat Islam di Belgorad.
Penulis: Ustaz Kusen MA, mahasiswa program doktoral Filsafat Agama di Belgorad State University, Rusia.