REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan awal puasa Ramadhan 1438 Hijriyah (2017 Masehi) jatuh pada 27 Mei. Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga secara hisab memprediksi awal puasa Ramadhan bertepatan dengan tanggal 27 Mei 2017.
Meski demikian, Lembaga Falakiyah PBNU menyampaikan, keputusan awal puasa jatuh pada tanggal berapa tetap harus menunggu hasil rukyatul hilal. "Untuk satu Ramadhan untuk PBNU tetap menggunakan rukyat, jadi belum bisa menentukan kapan awal Ramadhan," kata Pengurus Lembaga Falaqiyah PBNU, H Abdul Kholiq Soleh kepada Republika, Ahad (19/3).
Ia menerangkan, kalau berdasarkan hisab memang bisa disampaikan, hanya saja PBNU selain menggunakan hisab juga menggunakan rukyat. Jadi, untuk menentukannya tetap menunggu hasil rukyatul hilal. Biasanya Lembaga Falaqiyah PBNU melaksanakan kegiatan rukyat di Seasons City, Tambora, Jakarta. Tahun ini rencananya akan dilaksanakan pada 26 Mei 2017.
Ia menjelaskan, hasil rukyatul hilal nanti akan diserahkan ke Kementerian Agama (kemenag) RI untuk dilakukan sidang Isbat. Setelah sidang Isbat baru ditentukan awal Ramadhan jatuh pada hari apa. "Hanya saja sidang Isbat-nya tidak terlalu terbuka seperti saat penentuan Idul Fitri, tetap ada sidang Isbat," ujarnya.
Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kemenag RI, Thomas Djamaluddin juga menyampaikan, kalau dari segi hitungan awal puasa Ramadhan sudah bisa diprediksi. Secara hitungan diperkirakan awal puasa jatuh pada 27 Mei 2017.
Menurutnya, BHR dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) juga prediksinya sama. Thomas yang juga Kepala Lapan mengatakan, meski Kemenag RI juga melakukan hisab dan rukyat. Tetap hasilnya nanti berdasarkan keputusan sidang Isbat.
Sementara, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Kemenag RI, Muhammad Thambrin menyampaikan, pihaknya menghormati pendapat Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan. Secara hisab Kemenag RI juga telah membuat taqwim standar kalender hijriyah 1438 H.
Seluruh awal bulan termasuk Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah telah ditentukan. "Namun untuk keperluan Ibadah Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah kita berpatokan pada Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004, yaitu fatwa tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah," jelasnya.
Diterangkan dia, penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah RI. Dalam hal ini yang melakukannya Menteri Agama dan berlaku secara nasional. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Ia mengatakan, dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait. Jadi sidang Isbat tetap dilaksanakan Kemenag RI bersama MUI dan seluruh ormas-ormas Islam yang diundang.