REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain mata uang kertas yang dikenal saat ini, sejumlah komoditas, seperti emas, perak, beras, gandum, dan terigu, bisa juga dipakai sebagai alat tukar sepanjang diterima oleh masyarakat.
Bahkan, dalam berbagai riwayat, ungkap Direktur Wakala Induk Nusantara, Zaim Saidi, Rasulullah SAW menyebutkan sejumlah komoditas yang bisa dipakai sebagai alat tukar, yaitu emas, perak, terigu, syair (sejenis jewawut), kurma, dan garam. Di Indonesia, misalnya, beras dapat digunakan sebagai alat tukar yang valid.
Namun, dari sekian banyak macam alat tukar, emas dan perak memiliki banyak keunggulan dibandingkan alat tukar lainnya. Kepala Departemen Bisnis Administrasi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen International Islamic University Malaysia, Ahamed Kameel Mydin Meera, dalam bukunya yang berjudul The Islamic Gold Dinar setidaknya menyebutkan bahwa ada tujuh dampak positif dengan menggunakan mata uang dinar emas.
Ketujuh dampak positif tersebut sebagai berikut.
* Membuat sistem moneter dan keuangan suatu negara lebih stabil.
* Nilai tukarnya tidak pernah jatuh secara drastis.
* Karena terbuat dari emas, bisa mengurangi kemungkinan terjadinya spekulasi dan manipulasi terhadap nilai tukarnya.
* Mengurangi tingkat risiko dalam berbisnis.
* Memperluas promosi perdagangan antarnegara.
* Menciptakan harmonisasi antara sektor riil dan sektor keuangan.
* Mengatasi berbagai macam persoalan sosial, seperti kemiskinan, kesehatan, dan ketimpangan distribusi pendapatan.
* Menjadi alat proteksi suatu negara dari dominasi ekonomi dan kebudayaan negara lain.
Sementara itu, jika dikaitkan dengan laju inflasi dan stabilitas harga bahan kebutuhan pokok, menurut Zaim, dinar emas tidak mengenal inflasi. Ini berdampak pada harga jual bahan kebutuhan pokok yang cenderung stabil. Hal ini sudah dibuktikan sejak zaman Rasulullah SAW hingga kini, di mana harga jual bahan kebutuhan pokok cenderung stabil jika mengacu kepada nilai tukar emas dan perak.