Jumat 17 Feb 2017 19:15 WIB

Sunan Ampel Perintis Wali Songo

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Pengunjung berjalan di sekitar kawasan makam Sunan Ampel ,Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/4).
Foto:
Masjid Sunan Ampel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah mendarat di Tuban, Jawa Timur, dan tinggal beberapa lama di sana, Imam Rahmatullah kemudian berangkat menemui bibinya, Darawati, yang dipersunting oleh Raja Majapahit Sri Prabu Kertawijaya. Kedatangannya ke Majapahit diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke-15.

Dalam buku Atlas Wali Songo dikutip keterangan dari Babad Ngampeldenta. Dalam babad tersebut dijelaskan, pengangkatan Ali Rahmatullah sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan keududukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh raja Majapahit. Dengan demikian, Ali Rahmatullah atau Imam Rahmatullah lebih dikenal dengan nama Sunan Ngampel atau Ampel.

Di dalam Babad Tanah Djawi digambarkan bahwa Sunan Ampel, selain membimbing para muridnya agar mampu atau fasih membaca Alquran, ia juga mengajarkan berbagai kitab tentang ilmu syariat, tarekat, dan ilmu hakikat, baik lafal maupun maknanya. Salah satu yang pernah dididik olehnya adalah Raden Paku (Sunan Giri).

Babad Tanah Djawi yang dinukil Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Wali Songo juga menerangkan amaliah rohani yang dijalankan dan diajarkan Sunan Ampel. Antara lain mencegah hawa nafsu, tidak tidur malam untuk beribadah kepada Allah SWT, menunaikan ibadah fardu dan sunah, mencegah yang haram dan makruh, serta tawajuh memuji Allah SWT.

Usaha dakwah Islam Sunan Ampel dikenal sangat persuasif dengan melakukan pendekatan bersifat kekeluargaan dan penuh empati. Kendati demikian, bukan berarti dia tidak menghadapi tantangan. Masih bersumber dari Babad Tanah Djawi, diterangkan bagaimana Sunan Ampel dicemooh dan ditertawakan masyarakat ketika memperkenalkan tata cara dan praktik shalat yang pada masa tersebut, gerakannya dianggap aneh oleh masyarakat.

Sunan Ampel pun dicela karena selalu memilah makanan yang hendak dikonsumsinya. Misalnya, ia menolak untuk makan daging babi dan katak yang cukup lumrah dikonsumsi masyarakat kala itu. Tapi, dalam Babad Tanah Djawi dikisahkan, Sunan Ampel selalu sabar dan tidak pernah tersulut amarahnya karena cemoohan dan celaan yang diterimanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement