REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) menolak wacana yang diajukan pemerintah ihwal sertifikasi dai dan khatib. Menurut Sekjen Pimpinan Pusat DMI, Imam Addaruqutni, sertifikasi demikian hanya bisa dilakukan oleh MUI.
"Pemerintah kan menyatakan, negara ini bukan negara agama. Berarti, negara jangan mencampuri urusan agama," kata Imam Addaruqutni, seperti dilansir dari situs resmi DMI, Selasa (14/2).
Kalaupun sertifikasi dai dan khatib mesti ada, maka pemerintah dapat menunjuk Majelis Ulama Indonesia untuk melaksanakan wacana tersebut.
Addaruqutni memandang, penetapan sertifikasi dai dan khatib jangan sampai dilaksanakan oleh pemerintah. Sebab, lanjut dia, hal itu hanya akan menjadi preseden buruk, yakni hadirnya pemerintah yang totaliter dalam menjalankan kekuasaannya. "Akibatnya, demokrasi tidak akan berkembang," kata sosok Wakil Ketua KPHI itu.
Tugas pemerintah adalah memfasilitasi peningkatan kualitas para penceramah. Misalnya, melalui penataran dengan materi-materi yang menambahkan wawasan kebangsaan. Namun, tegas Addaruqutni, pada akhirnya para dai dan khatib mesti dikembalikan kepada masyarakat agar terus berkembang, bukan berubah menjadi semacam juru bicara pemerintah.
"Kritik lewat khutbah bukan berarti melakukan penggulingan (makar) dan anti-pemerintah. Tetapi, kritik juga tidak boleh menjelek-jelekkan," ujar dia.
Di sinilah peran penting masjid sebagai pusat pencerdasan masyarakat Muslim. Masjid, menurut dia, bukan hanya tempat beribadah, melainkan juga pemberdayaan umat Islam.