Ahad 12 Feb 2017 22:16 WIB

Alquran Memuliakan Alam

Pengunjung melihat Alquran Kuno saat pameran Sejarah Islam di Nusantara yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (30/1)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pengunjung melihat Alquran Kuno saat pameran Sejarah Islam di Nusantara yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (30/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusakan lingkungan kian menjadi. Hutan terus digunduli, sungai-sungai tak luput dicemari. Dampaknya pun terasakan hingga kini, ketika banjir terjadi hampir di seantero negeri. Semua itu timbul akibat ulah manusia sendiri, yang senantiasa melakukan perusakan terhadap alam, atas nama pembangunan. Bila tak segera diredam, niscaya bisa timbul bencana alam lebih besar.

Peringatan akan bahaya tersebut sudah tertera dalam Alquran. Banyak ayat mengingatkan akibat dari tindakan semena-mena terhadap lingkungan hidup, bagi manusia.Firman Allah SWT pada surat Ar-Ruum [30] ayat 41, ''Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).''

Untuk itulah, Alquran menekankan agar umat menjaga kelestarian alam. Yang menurut Kepala Lajnah Pentashihan Alquran Kementerian Agama Dr Muchlis M Hanafi MA, prinsip pokok dalam masalah lingkungan hidup adalah bagaimana keanekaragaman hayati bisa terpelihara dengan baik.Ada keseimbangan di alam raya. Jika menyimak surat Ar-Rahman [55] ayat 7-9, Allah SWT menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan.

''Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.''

Menariknya, kata doktor tafsir dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir ini, tiga ayat tentang keseimbangan ini, disebut di sela-sela ayat-ayat yang berbicara tentang nikmat-nikmat Allah yang ada di daratan, lautan dan udara. Ini masih diselingi 31 kali pengulangan kalimat fabiayyi aalaa-i rabbikumaa tukazzibaan (maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?).

''Ini mencerminkan bahwa nikmat Allah yang ada di daratan, lautan dan udara, baru bisa dinikmati kalau terjadi keseimbang an dalam ekosistem,'' tandas Muchlis.

Pangkal permasalahan dalam lingkungan hidup sekarang, sambung dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, karena adanya ketidakseimbangan. Alquran misalnya, memberikan perhatian besar pada pohon dan tetumbuhan, yang sejatinya harus dipelihara.

Bahkan dalam Alquran, banyak disebut tentang pepohonan dan tumbuhan serta fungsi-fungsinya. Menurut sebagian besar ahli tafsir, hampir 115 ayat suci Alquran, berbicara tentang pepohonan dan tumbuh-tumbuhan.

Menurut Muchlis, surat Yaa Siin ayat 80 yang artinya, ''Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu,'' menerangkan tentang salah satu fungsi tanaman atau tumbuhan sebagai penyuplai oksigen. Oksigen di muka bumi ini sebagian besar dihasilkan dari sebuah proses yang disebut fotosintesis.

Tak hanya itu, fungsi tanaman atau tumbuhan sebagai peresap air, dengan jelas disebutkan pada surat Al Mu'minun [23] ayat 18, yang artinya, ''Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.''

Kata-kata faaskannaahu yang terdapat pada ayat tersebut, menurut para ahli tafsir adalah diserap oleh bumi. ''Diserap itu ada yang hanya pada tataran di bumi sehingga bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, tapi ada yang diserap untuk waktu yang cukup panjang. Air itu masuk ke dalam tanah, sehingga bisa menjadi cadangan ketika musim kemarau tiba,'' jelasnya.

Sumber: Laporan Utama Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement