REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengaku beberapa minggu ini keliling meresmikan dan meletakkan batu pertama gedung amal usaha Muhammadiyah. Di antaranya meresmikan Gedung Universitas Muhammadiyah di Semarang yang berdiri di tengah kota di atas tanah seluas 8,4 hektare, peletakan batu pertama Grha Suara Muhammadiyah di Jalan KHA Dahlan Yogyakarta di atas tanah seluas 1.500 meter persegi.
Setelah itu, kata dia, Insya Allah akan memulai merancang bangunan sebelah gedung PP Muhammadiyah yang akan menjadi museum Muhammadiyah, dibangun sampai ke belakang yang akan menjadi penanda yang sama dengan Suara Muhammadiyah. Sehingga nanti menyambung dengan Grha Suara Muhammadiyah. Grha Suara Muhammadiyah menjadi penanda dari budaya literasi atau iqro. Sedangkan Museum Muhammadiyah sebagai bentuk penanda Islam berkemajuan.
Menurutnya, tidak gampang membangun pusat peradaban karena tidak semua bisa dan kadang senyap tidak popular. "Kan berbeda kalau kita di panggung terbuka, berada di mobil terbuka yang dikelilingi ribuan massa. Tapi kalau mengurus seperti ini (Suara Muhammadiyah, red) senyap,"ujarnya.
Saya selaku ketua umum PP Muhamadiyah masih harus datang ke Suara Muhammadiyah untuk rapat redaksi. Tetapi tetap kita lakukan kerja seperti ini. Karena ini yang menjadi jalan mencerdaskan masyarakat dan umat. Saya ingin melakukan kerja-kerja senyap yang Insya Allah nanti di Sorong, di Aceh dan di mana pun juga berdiri gedung-gedung amal usaha Muhammadiyah yang megah," ungkap suami Ketua PP Aisyiyah ini.
Lebih lanjut Haedar mengatakan", 20 tahun tidak bisa menyaksikan kampus UAD (Universitas Ahmad Dahlan) yang bertebaran di mana-mana, kampus UMY yang megah, kampus UNISA (Universitas Aisyiyah) Yogyakarta yang merupakan satu-satunya yang dimiliki gerakan perempuan Islam Indonesia. Hal seperti itu merupakan kerja-kerja senyap.