Selasa 07 Feb 2017 00:29 WIB

Sertifikasi Dai dan Khatib akan Merugikan Umat

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Pengurus Daerah Muhammadiyah Surakarta menolak wacana sertifikasi dan standarisasi bagi dai dan khatib Jumat. Ketua PD Muhammadiyah Surakarta, Subari mengatakan sertifikasi dan standarisasi tersebut hanya akan menyulitkan dai dan khatib dalam melakukan dakwah yang berujung pada kerugian bagi umat Islam.

"Menyulitkan tidak membuat mudah umat. Jangankan mau ke luar daerah, di dalam daerah saja susah, kalau tidak bersertifikat, nah jelas kerugian pada umat," tuturnya pada Senin (6/2) siang.

Tak hanya itu, kata dia, wacana tersebut juga mengingatkannya kembali pada aturan tetang khutbah pada era orde baru. Saat itu, jelas dia, pemerintah melakukan kontrol terhadap dai yang hendak berdakwah ke luar daerahnya. Dai atau khotib pada saat itu, kata dia, harus memiliki semacam Surat Izin Mubaligh agar bisa berdakwah di daerah lain.

Dia pun berharap pemerintah mengkaji kembali rencana untuk melakukan sertifikasi dan standarisasi pada khotib. Subari menyarankan, pemerintah lebih baik melakukan pembinaan dan kaderisasi khotib. Sebab, jelas dia, masih terdapat sejumlah masjid yang kesulitan mencari khotib untuk pelaksanaan sholat jumát.

"Realitanya masih ada masjid yang susah mencari khotib, ada satu kalau dia pergi susah, dan ini belum disertifikasi. Kami menyarankan lebih kepada pembinaan," tuturnya.

Wacana sertifikasi dan standarisasi terhadap khatib dikemukakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menyusul adanya keluhan masyarakat yang mendapati khutbah mengandung ejekan-ejekan terhadap kelompok lain serta provokasi hingga dikhawatirkan memecah belah persatuan dan kesatuan.

Terkait hal itu, Subari mengatkan hal tersebut dapat diantisipasi dengan koordinasi baik antara jmaah, pengurus masjid dan pemerintah. Kata dia, jika masjid tersebut merupakan masjid organisasi atau yayasan, jamaah dapat melaporkan khotib yang menyampaikan khutbah mengandung provokasi kepaa pengurus atau organisasi di masjid tersebut. Begitupun, jika masjid merupakan milik daerah dapat melaporkannya kepada Kementrian Agama di masing-masing daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement