Sabtu 04 Feb 2017 15:18 WIB

Menyoal Bongkar Kuburan dan Menumpuk Jenazah

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
 Suasana kota mati atau bangunan kuburan yang terletak di Kota Kairo, Mesir, Selasa (9/9).  (Republika/Agung Supriyanto)
Warga berziarah ke makam kerabat di Taman Pemakaman Umum (TPU) Cikutra, Kota Bandung, Kamis (7/7). (foto : Mahmud Muhyidin)

REPUBLIKA.CO.ID, Meski demikian, Qaradhawi memberi catatan, untuk meneliti hal tersebut harus cermat karena kondisi tanah berbeda antara daerah satu dan lainnya.

Penyebab lainnya, yakni keberadaan mayat dalam kuburan itu terganggu. Semisal kuburan itu kotor terendam air. Di dalam kitab Al Mughni, Imam Ahmad pernah ditanya tentang mayat yang dikeluarkan dari kubur dan dipindahkan dari tempat lain. Dia lantas memperbolehkannya jika di kuburannya itu terdapat sesuatu yang mengganggu. Beliau pun berkata, "Kuburan Aisyah dan Talhah juga dipindahkan."

Berikutnya, jika ada hak seseorang yang bersangkutan dengan ahli kubur. Para fukaha membolehkan membelah perut mayat untuk mengeluarkan sedikit harta yang ditelannya semasa si mayat masih hidup. Para ulama mazhab Hanafi pun tidak memperbolehkan membongkar atau mengeluarkan mayat setelah ditanam. Kecuali ada sangkut pautnya dengan hak adami. Semisal ada perhiasan jatuh di dalam kuburan, mayat dikafani dengan kain curian, atau karena ada harta yang tertanam bersamanya meski hanya satu dirham.

Contoh lainnya adalah jika seseorang membeli sebidang tanah lantas digunakan untuk mengubur orang mati. Kemudian, dia datang hendak menjualnya atau memilikinya dengan jalan syuf'ah (hak yang diambil alih). Maka, pemilik itu berhak mengeluarkan mayat itu atau membiarkannya.

Terakhir, ada kepentingan umum yang sangat mendesak sehingga kuburan itu harus dibongkar. Kepentingan ini tidak dapat direalisasikan kecuali dengan menggunakan tanah kuburan itu dan memindahkan tulang belulang di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement