REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adapun kitab Maraqi al-Ubudiyah ini, hanya mengambil beberapa poin penting dalam bidang fikih, utamanya yang berkaitan dengan upaya pendekatan diri kepada Allah, seperti bersuci.
Secara lengkap, bagian pertama dari isi kitab Maraqi al-Ubudiyah ini adalah pembukaan, bab ketaatan, adab tidur, adab masuk kamar kecil, adab berwudhu, adab mandi, adab tayamum, adab masuk dan keluar masjid, ada saat matahari terbit, adab tidur, adab shalat, adab shalat Jumat, dan adab berpuasa.
Sedangkan bagian kedua dari isi kitab Maraqi al-Ubudiyah ini adalah bagian tasawuf. Topik yang dibahas, antara lain, meninggalkan maksiat, menjaga lisan, memelihara kedua telinga, memelihara atau menjaga lidah (lisan), memelihara batin, memelihara kemaluan, memelihara kaki, hal-hal yang berkaitan dengan kemaksiatan hati, sombong, ujub, dan takabur.
Topik lainnya adalah pembahasan tentang hadis Rasul SAW kepada Muadz bin Jabal RA, adab dan tata cara pergaulan, sikap seorang makhluk kepada khalik, adab kepada kedua orang tua, dan cara bersikap jujur.
Dalam Bidayah al-Hidayah, Imam Ghazali membagi pembahasan kitabnya menjadi tiga bagian. Bagian pertama tentang ketaatan (di dalamnya tentang masalah kebersihan jasmani seperti adab tayamum, wudlu, mandi, masuk masjid, dan lainnya. Sedangkan bagian kedua, dibahas tentang masalah tasawuf yang berkaitan dengan berbagai perbuatan maksiat yang harus dihindari atau dosa-dosa yang biasa dilakukan oleh anggota tubuh. Di antaranya, dosa mata, dosa telinga, dosa, mulut, dan dosa kaki.
Sedangkan pada bagian ketiga, topik yang dibahas berkaitan dengan cara berhubungan dengan Allah dan sesama manusia. Misalnya, adab kepada guru, adab pada orang tua, adab berteman, dan adab kepada Allah.
Mengamalkan ilmu
Bila dilihat dari sistematika penulisan kitab ini yang menempatkan masalah kebersihan badan (jasmani) sebagai pembuka, tampaknya Imam al-Ghazali dan Syekh Nawawi al-Bantani, mengharapkan agar seorang hamba senantiasa menjaga kebersihan diri sebelum menghadap Allah.
Dengan terpeliharanya kebersihan badan, niscaya hal itu akan berimbas pada kebersihan rohani. Orang yang senantiasa memelihara lahirnya, maka dia juga akan memelihara batinnya. Barang siapa yang bersih lahir dan batinnya, bersih jiwa dan raganya, niscaya ilmu yang dicarinya pun akan semakin mudah melekat.
Mengutip hadis Nabi SAW, dijelaskan, ''Sesungguhnya pada setiap diri manusia itu, terdapat segumpal daging. Bila daging itu baik, maka akan baiklah seluruh badannya. Ketahuilah, hal itu adalah hati.'' Maksudnya adalah, hati yang bersih, maka akan bersih juga amal perbuatannya. Begitu juga dengan orang yang menuntut ilmu. ''Orang yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah hidayah dan ketaatannya kepada Allah, sesungguhnya dia akan semakin jauh dari rahmat Allah.''
Karena itulah, Rasul SAW senantiasa memohon doa kepada Allah, agar ilmu yang didapatkan bermanfaat. ''Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung pada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang kaku, amal yang tidak diterima, dan doa yang tidak didengar.''
Dalam riwayat lain dikatakan, ''Sesungguhnya ilmu yang tidak diamalkan laksana pohon yang tidak berbuah.'' Jadinya sia-sia belaka. ''Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat, ialah orang yang berilmu yang ilmunya tidak diberikan manfaat oleh Allah.''
Syekh Nawawi menambahkan, dengan membersihkan diri melalui wudhu sebelum menghadap Allah, hal itu menunjukkan iktikad baik untuk mencari sesuatu berdasarkan hati nurani. Dengan jiwa dan hati yang bersih, maka akan memudahkan dirinya dalam menggapai ridla Allah. Ibaratnya, dalam berwudhu, hendaknya diniatkan tidak semata-mata membersihkan diri dari kotoran, tetapi juga ditujukan guna membersihkan diri dan anggota wudlu dari perbuatan maksiat.
Kitab ini selesai ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani pada 1 Jumadil Awwal 1309 H, sekitar lima tahun sebelum wafatnya (25 Syawal 1314 H). Wallahu a'lam.