Senin 30 Jan 2017 20:39 WIB

PBNU Ungkap Hasil Survei Keberagaman Umat Islam di Indonesia

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Hasanuddin Ali, CEO and Founder Alvara Research Center
Foto: Dokpri
Hasanuddin Ali, CEO and Founder Alvara Research Center

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membeberkan hasil survei tentang keberagaman umat Islam di Indonesia. Hasil survei kerja sama dengan Alvara Research Center itu menyebutkan, 95,5 persen masyarakat menyatakan agama memegang peranan penting bagi kehidupan umat.

"Umat islam Indonesia secara umum merupakan masyarakat religius," kata CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali di Gedung PBNU, Senin (30/1).

Hasanuddin mencontohkan, ketaatan menjalankan shalat lima waktu cukup baik, terutama di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Ada 83,4 persen melakukan tahlilan, 90 persen menggelar maulid nabi, 71,7 persen melakukan qunut saat shalat Subuh. Sayang, cuma ada 48,8 persen yang ziarah ke makam ulama.

Ada 54,1 persen yang memilih shalat tarawih 11 rakaat, dan penentuan awal hari besar 62,8 persen ikuti Rukyatul hilal dan sebagian besar itu semua amalan Nahdliyin. Hasan menekankan, gairah religiusitas warga rural lebih tinggi dari kota, sama seperti usia tua dibandingkan warga usia muda.

"Amaliah ibadah umat Islam di Pulau Jawa paling identik dengan amaliah nahdliyin, terlihat dari besarnya warga yang tahlilan, maulid, qunut saat subuh, ziarah ke makam ulama, tarawih 23 rakaat dan penentuan hari besar agama mengikuti rukyatul hilal," ujar Hasan.

NU dengan 97 persen, Muhammadiyah 94,3 persen dan FPI 68,8 persen, jadi ormas Islam paling dikenal, sebagian besar berafiliasi NU 50,3 persen dan Muhammadiyah 14,6 persen. Muslim yang mengaku anggota NU sebesar 36,1 persen, sebagian besar di Pulau Jawa 50,7 persen dan Kalimantan 23,9 persen.

Estimasi anggota NU mencapai 57,33 juta jiwa, dengan 85 persen warga NU ada di Jawa dan dipersepsikan sebagai ormas terbesar 17,8 persen dan toleran 17,1 persen. Muhammadiyah sebagai ormas islam 13 persen dan toleran 11,1 persen, FPI dipersepsikan garis keras 22,4 persen, lindungi Islam 17,8 persen.

"Selain itu, FPI dipersepsikan suka demo 17 persen dan dipersepsikan sebagai Habib Rizieq sebanyak 9,5 persen," kata Hasan.

NU dan Muhammadiyah memiliki citra tersendiri, sedangkan FPI dan HTI ada di satu kelompok. NU dicitrakan hargai budaya lokal, tradisional Islam dan melindungi minoritas. Muhammadiyah dicitrakan modern dan moderat, serta FPI dan HTI dicitrakan usung syariat Islam dan ajarannya keras atau kaku.

Survei dilakukan lewat wawancara tatap muka terhadap 1.626 responden, usia 17-65 tahun dengan margin error 2,47 persen. Wawancara dilakukan pada 4 November - 1 Desember 2016, dengan komposisi 378 orang di Jawa, 975 di Sumatra, 48 Bali Nusra, 92 Kalimantan, 107 Sulawesi, dan 26 orang Malpapua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement