Senin 30 Jan 2017 04:23 WIB

Bakhtiar, Al-Ghazali, Kocek: Ketika Persia Disangka Arab?

Santri di Jawa.
Foto:
Santri di pedalaman Jawa tahun 1910.

Dalam sastra Melayu Lama memang tidak terkira banyaknya hikayat dan syair yang bersumber dari sastra Persia. Tetapi orang Indonesia ibarat kacang lupa akan kulitnya. Mereka menyangka hikayat-hikayat itu sumbernya dari Arab dan dibawa masuk ke Nusantara bersama datangnya agama Islam oleh orang Gujarat.

Ini jelas sebuah keteledoran. Sudah berulang kali ahli sejarah membetulkannya, tetapi pengetahuan umum tentang sejarah kebudayaan Islam di kalangan masyarakatlah sangatlah tidak memadai. Banyak orang Islam menyangka bahwa penyebar agama Islam di Nusantara didominasi oleh pendatang dari Hadramaut atau Yaman. Dan lupa bahwa tidak sedikit di antara mereka juga berbangsa Parsi, Turki, Indo-Parsi, Tionghwa, Hui, dan juga orang-orang keturunan Melayu, Jawa, Bugis, Sumbawa, Banjar, Mandailing dan Madura.

Perhatikan pula betapa banyaknya kata-kata Persia diserap ke dalam bahasa Melayu. Contohnya kata-kata seperti: saudagar, baju, kelasi, nakhoda, bazar, agar-agar, anyir, badan, syahbandar, bandar, cap, daftar, darwis, peringgi (dari faringgi), kocek, kasykul, tamasya, kare, kabin, kebab, lasykar, serdadu, syal, destar, seluar, tegang, tahta, bedebah, dan lain sebagainya.

Banyak pula orang Islam di Indonesia tidak tahu bahwa Syekh Abdul Qadir Jaelani, Imam al-Ghazali, Abdul Karim al-Jili, serta sejumlah imam dari madzab fiqih Sunni Syafeei berasal dari Persia. Mereka juga, sebaliknya tidak tahu bahwa imam fiqih dari Syiah Imam 12 adalah keturunan Arab bernama Imam Ja`far Sadiq.

Selain itu, kata-kata Persia dan Arab yang diserap ke dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura melalui bahasa Melayu. Sebab awal-awalnya berbagai kitab keagamaan dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura adalah salinan atau terjemahan dari kitab-kitab berbahasa Melayu. Aksara Pegon di Sunda, Jawa, dan Madura, juga yang dipakai orang Bugis, Makassar, Minangkabau, Aceh, Palembang dan lain-lain bersumber dari aksara Arab Melayu (Jawi), sedangkan aksara Jawi disusun berdasarkan sistem aksara Arab Persia atau Persia.

Nama adik saya Ruslan atau Rusia. Persoalannya di Indonesia ketika disebut Iran atau Persia selalu diidentikkan sebagai Syiah. Ini salah besar. Madzab Syiah dominan di Iran sejak abad ke-17 M, pada masa pemerintahan Dinasti Safawi. Sedangkan sumber-sumber Persia yang masuk ke Indonesia berasal dari abad ke-1-15 M.

Nah, karena itu jangan terlalu mudah mengumbar kata kearab-araban, sebab banyak yang dikatakan kearab-araban sebenarnya bisa kepersia-persiaan, keindia-indian, bahkan keturki-turkian dan kecina-cinaan.

Kenapa 'kekacauan pikiran' terajdi?  Jawabnya, ya arena terlanjur salah kaprah. Maka pelajaran sejarah Islam dan sejarah kebudayaan Islam di madrasah dan pesantren harus dibetulkan. Tidak Arab sentris.

*Prof DR Abdul Hadi WM: Penyair Sufi, Pengajar Universiti Sains Malaysia, Guru Besar Falasah dan Agama Universitas Paramadina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement