Selasa 17 Jan 2017 05:37 WIB

Karena Lembaga Islam, Warga Ekuador Peroleh Hidayah

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Agung Sasongko
Umat Islam tengah melaksanakan shalat berjamaah di Masjid As-Salam, Quito, Ekuador.
Foto: bujangmasjid.blogspot.com
Umat Islam tengah melaksanakan shalat berjamaah di Masjid As-Salam, Quito, Ekuador.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jerih payah lembaga-lembaga keislaman dan umat tak ayal mendapat perhatian dan apresiasi dari warga setempat. Mereka semakin mengetahui bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi.

''Bahkan, tidak sedikit yang tertarik memeluk Islam. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan mahasiswa, pekerja media massa, serta para intelektual,'' urai Dr Laila.

Organisasi lain adalah Centro Islamico del Ecuador yang berdiri pada 15 Oktober 1994. Ini organisasi Islam pertama yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Pemimpinnya yang terkenal adalah Juan 'Yahya' Suquillo, seorang mantan petinggi militer.

Mereka bergerak di bidang sosial, kebudayaan, pendidikan, serta keagamaan. Menariknya, organisasi tersebut berjalan dengan swadaya, tanpa menerima bantuan dari negara mana pun.

Sama halnya dengan Islamic Center Masjid as Salam, mereka aktif menerbitkan buku-buku agama terjemahan. Di samping itu, ada pula agenda rutin, yakni menghadiri pertemuan tokoh-tokoh agama yang biasa digelar di Argentina.

Tahun 2004, dibentuk pula Centro Islamico Al Hijra di Kota Guayaquil, salah satu pusat ekonomi terbesar di negara itu. Tak lama, pengakuan dari pemerintah diterima dan mereka segera beraktivitas di bawah pimpinan Juan 'Abdullah' Saud, seorang mualaf.

Meski begitu, komunitas Muslim masih punya pekerjaan rumah yang cukup berat. Mereka tak bisa lepas dari imbas peristiwa di belahan dunia lain, terkait isu radikalisme dan terorisme.

Dengan semakin mudahnya akses informasi, apa pun pemberitaan miring tentang Islam yang bersumber dari media-media Barat akan mudah ditangkap oleh penduduk dunia, termasuk di Ekuador. Ini menjadi sumber keprihatinan.

Akan tetapi, segenap elemen umat sudah bertekad untuk tidak berpangku tangan. Dimotori oleh lembaga dan organisasi keislaman, mereka terus mengampanyekan Islam yang cinta damai serta antikekerasan.

''Pendeknya, kami berusaha meluruskan stigma negatif terhadap Islam di kalangan masyarakat lokal,'' kata Dr Laila menandaskan.

Warga Ekuador sendiri sebenarnya baru mengenal Islam secara lebih dekat pada era 80-an. Sebelumnya, mereka jarang mendengar kata 'Islam' karena pada awalnya umat Islam tidak terlalu menonjol aktivitasnya.

Barulah setelah banyak dari pelajar dan kaum intelektual dikirim belajar di luar negeri, terutama ke Eropa serta AS, mereka terkesima dengan perkembangan agama Islam. Ini kemudian ditunjang kondisi di dalam negeri, di mana semakin banyak lembaga Islam menggeliatkan programnya.

Semakin intens pula pertemuan antara penduduk lokal dan anggota komunitas Muslim membuat orang Ekuador pun menaruh rasa simpati. Mereka menganggap Islam sebagai agama yang mengedepankan persaudaraan serta sanggup menghadirkan harmoni di tengah kehidupan bermasyarakat.

Beberapa riset menunjukkan, pada tahun 80-an, jumlah pemeluk Islam meningkat tajam, terlebih setelah dua tokoh terkemuka Ekuador memilih masuk Islam. Alhamdulillah, keduanya lantas mendirikan Lembaga Islam Ekuador.

Setelah itu, kian banyak penduduk lokal yang masuk Islam. Hingga tahun 2004, terhitung sekitar 10 ribu mualaf dengan sebagian besarnya berdomisili di Quito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement