REPUBLIKA.CO.ID, Islam merupakan agama minoritas di Ekuador. Sensus menunjukkan jumlah umat Muslim sekitar 2,6 persen dari total penduduk sekitar 14 juta jiwa. Seperti di negara-negara Amerika Latin lainnya, mereka kerap menghadapi masalah seperti minimnya sarana peribadatan, pendidikan agama, dan pembinaan rohani.
Akumulasi dari segala persoalan ini dikhawatirkan berdampak pada upaya penguatan akidah, khususnya di kalangan generasi muda. Mereka akan sangat rentan terhadap degradasi moral dan menipisnya rasa bangga terhadap agamanya.
Beruntung, Ekuador adalah negara yang menghormati kebebasan beragama. Komunitas Muslim pun merasa terlindungi untuk menjalankan keyakinan, melaksanakan ritual ibadah, dan juga mengenakan simbol-simbol Islam, seperti hijab bagi Muslimah.
Peluang itu lantas ditangkap oleh sebagian umat untuk membentuk lembaga-lembaga keislaman. Mereka bergerak di pelbagai bidang, antara lain dakwah, pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya.
Kiprah lembaga-lembaga tersebut begitu besar manfaatnya dalam mengangkat harkat dan martabat umat Islam setempat. Berkat kerja keras serta kontribusi tak kenal lelah dari para anggotanya, umat bisa turut mewarnai perkembangan negara di berbagai aspek kehidupan.
Salah satu yang cukup berpengaruh adalah Islamic Center Masjid as Salam di Quito, ibu kota Ekuador. Mereka banyak melakukan aktivitas pembinaan keagamaan dan juga berhubungan dengan kalangan pemerintah untuk urusan-urusan agama. Ada beberapa program penting yang menjadi fokus utama lembaganya. Yakni, mewakili komunitas Muslim dalam urusan pemerintahan, mengenalkan Islam, dan mengajarkan bahasa Arab. Selain itu, kita juga menerjemahkan buku-buku, misalnya Ensiklopedi Islam dari dua bahasa Arab dan Inggris ke dalam bahasa Spanyol.
Dengan kontribusi tersebut, diharapkan umat dapat mengembangkan intelektualitas serta berakhlak karimah. Sehingga, pada akhirnya, umat Muslim mampu memiliki kekuatan dan pengaruh yang tidak bisa dianggap remeh di negara seluas 283.560 kilometer persegi tersebut.
Jerih payah lembaga-lembaga keislaman dan umat tak ayal mendapat perhatian dan apresiasi dari warga setempat. Mereka semakin mengetahui bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. 'Bahkan, tidak sedikit yang tertarik memeluk Islam. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan mahasiswa, pekerja media massa, serta para intelektual .
Organisasi lain adalah Centro Islamico del Ecuador yang berdiri pada 15 Oktober 1994. Ini organisasi Islam pertama yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Pemimpinnya yang terkenal adalah Juan 'Yahya' Suquillo, seorang mantan petinggi militer.
Mereka bergerak di bidang sosial, kebudayaan, pendidikan, serta keagamaan. Menariknya, organisasi tersebut berjalan dengan swadaya, tanpa menerima bantuan dari negara mana pun.
Sama halnya dengan Islamic Center Masjid as Salam, mereka aktif menerbitkan buku-buku agama terjemahan. Di samping itu, ada pula agenda rutin, yakni menghadiri pertemuan tokoh-tokoh agama yang biasa digelar di Argentina.
Tahun 2004, dibentuk pula Centro Islamico Al Hijra di Kota Guayaquil, salah satu pusat ekonomi terbesar di negara itu. Tak lama, pengakuan dari pemerintah diterima dan mereka segera beraktivitas di bawah pimpinan Juan 'Abdullah' Saud, seorang mualaf.
Meski begitu, komunitas Muslim masih punya pekerjaan rumah yang cukup berat. Mereka tak bisa lepas dari imbas peristiwa di belahan dunia lain, terkait isu radikalisme dan terorisme.
Dengan semakin mudahnya akses informasi, apa pun pemberitaan miring tentang Islam yang bersumber dari media-media Barat akan mudah ditangkap oleh penduduk dunia, termasuk di Ekuador. Ini menjadi sumber keprihatinan.
Akan tetapi, segenap elemen umat sudah bertekad untuk tidak berpangku tangan. Dimotori oleh lembaga dan organisasi keislaman, mereka terus mengampanyekan Islam yang cinta damai serta antikekerasan.
Warga Ekuador sendiri sebenarnya baru mengenal Islam secara lebih dekat pada era 80-an. Sebelumnya, mereka jarang mendengar kata 'Islam' karena pada awalnya umat Islam tidak terlalu menonjol aktivitasnya.
Barulah setelah banyak dari pelajar dan kaum intelektual dikirim belajar di luar negeri, terutama ke Eropa serta AS, mereka terkesima dengan perkembangan agama Islam. Ini kemudian ditunjang kondisi di dalam negeri, di mana semakin banyak lembaga Islam menggeliatkan programnya.
Semakin intens pula pertemuan antara penduduk lokal dan anggota komunitas Muslim membuat orang Ekuador pun menaruh rasa simpati. Mereka menganggap Islam sebagai agama yang mengedepankan persaudaraan serta sanggup menghadirkan harmoni di tengah kehidupan bermasyarakat.
Beberapa riset menunjukkan, pada tahun 80-an, jumlah pemeluk Islam meningkat tajam, terlebih setelah dua tokoh terkemuka Ekuador memilih masuk Islam. Alhamdulillah, keduanya lantas mendirikan Lembaga Islam Ekuador. Setelah itu, kian banyak penduduk lokal yang masuk Islam. Hingga tahun 2004, terhitung sekitar 10 ribu mualaf dengan sebagian besarnya berdomisili di Quito.