REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina," begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Dalam dunia perdagangan, penduduk Cina dikenal sebagai masyarakat yang sangat pandai. Karena itu, di beberapa negara di dunia, penduduk Cina turut meramaikan perekonomian sebuah negara. Dan, Kota Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina.
(Baca: Mengupas Sejarah Perkembangan Islam di Cina)
Tak bisa dimungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya, antara lain ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Saat Dinasti Tang berkuasa, masyrakat Cina sudah mengenal uang kertas. Mereka melakukan peredaran atau pertukaran uang kertas bersama dengan kekaisaran Romawi dan Persia. Dalam catatan William L Langer, dalam Encyclopedia of World History, edisi tahun 1956, ketika pusat pemerintahan dipegang oleh seorang Muslim, sirkulasi atau peredaran uang kertas berjalan dengan baik. Namun, saat pusat pemerintahan di pegang kelompok non-Muslim, terjadilah krisis moneter dan inflasi merajalela.
(Baca Juga: Di Era Dinasti Ming, Islam Berjaya di Cina)
Dalam perkembangannya kemudian, masyarakat Cina juga sudah bisa membuat uang kertas. Bahkan, Marco Polo (1254-1324 M) ketika berkunjung ke Cina, tercengang melihat kemajuan yang dialami Cina. Marco Polo menyebutkan, dalam beberapa lawatannya ke berbagai negara, orang menggunakan uang emas dan perak sebagai alat bayar dan pertukaran barang, bukan kertas. Ia kemudian menyelidiki cara pembuatannya.
Dan, salah satu kota yang dikenal ketika itu untuk membuat uang kertas dalam mata uang Cina adalah Khanbalik. Kulit pohon mulberri dikupas (daunnya untuk makanan ulat sutra), dan dari situ diambil lapisan halus yang terletak di antara kulit kasar dengan batang pohonnya. lapisan halus itu direndam, kemudian ditumbuk dengan alu sampai menjadi semacam bubur (pulp). Lalu, dibuat menjadi kertas serupa dengan pembuatan kapas, tetapi berwarna hitam.
Setelah siap, lalu dipotong-potong menurut berbagai ukuran dalam bentuk persegi empat panjang. Ukuran terkecil untuk nilai setengah tornesel, dan ukuran berikutnya senilai groat perak, yakni mata uang Venesia (Italia). Dan, selanjutnya menjadi nilai satu, dua, tiga sampai sepuluh mata uang emas.
(Baca Lagi: Masjid Pertama di Cina Tiru Masjid Quba)