REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahid Foundation kembali menyelenggarakan bincang perdamaian. Kali ini, diskusi mengangkat tema besar 'Potret Toleransi di Indonesia tahun 2017'.
Program Officer Advokasi dan Riset Wahid Foundation, Alamsyah M Dja'far, mengatakan, forum ini diharapkan dapat menjadi tempat berbagi pandangan, pikiran, dan strategi membangun toleransi dan perdamaian. Selain itu, ia berharap, diskusi dapat menjadi kekuatan mengatasi berbagai tantangan intoleransi yang ada di Indonesia.
"Sinergi semua pemangku kepentingan seperti organisasi masyarakat sipil, pegiat perdamaian, tokoh agama dan pemerintah menjadi salah satu kunci mengatasi tantangan toleransi," kata Alamsyah di Balai Kartini, Kamis (5/1).
Alamsyah menerangkan, intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama dipengaruhi banyak faktor seperti sosial, ekonomi, politik, termasuk meningkatnya ujaran kebencian. Dia berpendapat, intoleransi berbasis agama terjadi dikarenakan dipicu faktor kesenjangan pengetahuan dan ekonomi, termasuk pengaruh konflik yang ada di luar negeri.
Alamsyah menekankan, modal mengatasi tantangan-tantangan ini yang cukup besar. Sebenarnya, bisa teratasi asal ada komitmen dan usaha semua pihak. Terlebih, survei nasional Wahid Foundation bekerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia yang dirilis Agustus 2016 lalu, meyakini 72 persen umat Islam di Indonesia menolak radikalisme.
"Muslim Indonesia meyakini jika Pancasila dan demokrasi merupakan modal besar bangsa ini, itu artinya, masyarakat kita sebetulnya mendukung toleransi," ujar Alamsyah.
Diskusi turut menghadirkan beberapa narasumber seperti Kabag Mitra Biropenmas Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono, dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imam Aziz. Ada pula Ketua YLBHI Asfinawati, Koordinator Desk KBB Komnas HAM Jayadi Damanik, dan Pengkhayat Kepercayaan Engkus Ruswana.