REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dunia pesantren, khususnya salafiyah, kitab kuning merupakan rujukan bagi sejumlah santri dan kiai untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tiada hari bagi seorang santri, tanpa bersentuhan dengan kitab kuning.
Kitab kuning adalah sebuah buku yang ditulis para ulama Salafiyah (mutaqaddimin; terdahulu), tentang persoalan kehidupan sehari-hari. Umumnya, kitab kuning itu membahas tentang masalah fiqih (shalat, puasa, zakat dan haji), hadits, tasawuf, tata bahasa arab (nahwu, sharaf, balaghah, mantiq), tafsir, aqidah (Tauhid) dan lainnya.
Dinamakan kitab kuning, karena kertasnya berwarna agak merah kekuning-kuningan. Kitab ini ditulis dalam bahasa arab tanpa harakat (baris). Karena itu, di kalangan santri, kitab kuning disebut juga kitab gundul (tanpa harakat).
Dalam bidang aqidah, banyak dibahas tentang keimanan dan hubungan seorang Abid (yang menyembah; hamba) dengan Ma'bud (Yang disembah; Allah), keimanan kepada Rasul-rasul Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Qadla dan Qadar serta Hari Kiamat. Dan salah satu kitab kuning yang membahas tentang aqidah ini adalah 'Aqidah Al-Awwam karya Sayyid Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki, yang ditulis pada tahun 1258 H.