REPUBLIKA.CO,ID, CAROLINA UTARA -- Meski sebagai kelompok keagamaan minoritas di Amerika Serikat, namun komunitas Islam mampu terus bertahan. Bahkan, melalui masjid dan Islamic Centrer, komunitas Islam di Amerika Serikat mampu terus berkembang dan bertahan dari stigma-stigma negatif yang dialamatkan kepada mereka.
Ini seperti yang ditunjukan oleh Islamic Center di Asheville, sebuah wilayah di bagian barat Kota Morganton, Carolina Utara, Amerika Serikat. Islamic Center Asheville, yang berada di Old Fairview Road, menjadi tempat berkumpul dan pusat kegiatan, serta ibadah masyarakat muslim, yang kebanyakan imigran dari berbagai negara. Islamic Center Asheville memang difungsikan sebagai masjid, dan menjadi satu-satunya masjid di bagian barat Kota Morganton.
Menurut Presiden Islamiic Center Asheville, Khalid Bashir, komunitas Muslim di Carolina Utara memang sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu. Anggota komunitas Muslim di Carolina Utara, tepatnya di Ashevilla, kebanyakan merupakan imigran dari berbagai negara dan telah memiliki keluarga serta beranak pinak di Carolina Utara.
Kendati begitu, Bashir juga menyebut, ada beberapa keluarga yang merupakan warga Carolina Utara dan mereka telah memeluk agama Islam. ''Memang ada beberapa orang yang merupakan warga asli dari sini, dan mereka telah menyatakan keimanan mereka, mungkin sejak akhir dekade 70an, hingga 80an. Saat ini, setidaknya ada 75 hingga 100 keluarga Muslim yang berada di sekitar area Islami Centre, kebanyakan dari mereka adalah imigran dari berbagai belahan dunia,'' ujar Bashir seperti dikutip laman media lokal Asheville, Mountain Express, Jumat (23/12).
Salah satu warga Carolina Utara yang memeluk Islam adalah Joseph Gantt. Dia mengaku telah memeluk agama Islam sejak 15 tahun lalu. Tidak hanya dirinya, ibu serta saudara perempuaanya juga memeluk agama Islam. Gantt pun menjadi salah satu jamaah tetap di Islamic Center Asheville, termasuk saat dirinya berkumpul bersama 60 orang jamaah lainnya untuk mengerjakan Shalat Jumat, yang dilakukan di salah satu bagian gedung Islamic Center tersebut.
Gantt menggungkapkan, tidak seperti perkembangan Islam di negara-negara lain, perkembangan komunitas Muslim di Carolina Utara tidak didasari oleh kesamaan kultur ataupun etnis. Tapi justru faktor dari agama itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya latar belakang etnis dan budaya yang ada di Carolina Utara, belum lagi dengan stigma negatif yang kerap kali mereka dapatkan, yaitu agama yang dianggap identik dengan kekerasan dan terorisme.
''Kami tidak memiliki cukup orang untuk membangun masjid di satu titik, dan di titik lain, tapi kami harus bersatu di sini bersama-sama. Kami mengetahui, satu hal yang membuat kami sama adalah Islam itu sendiri,'' ujar Gantt.
Gantt menyadari, keberadaan Islamic Center ini juga memberikan kesempatan kepada komunitas Muslim setempat untuk bisa saling berbagi, belajar, dan saling menguatkan satu sama lain. Namun, penguatan itu bukan dalam hal budaya ataupun etnis, melainkan penguatan dalam aspek pengetahuan keagamaan. Gantt pun menyebut, Islamic Center Asheville bukan semata-mata menjadi tempat ibadah belaka, tapi sudah menjelma menjadi pusat kegiatan komunitas.
Islamic Center Ashevilla memang membuka pintu terhadap muslim, non muslim atapun kelompok mahasiswa untuk bisa mengenal lebih dekat dengan Islam dan Al Quran. Selain itu, seperti layaknya pusat komunitas, Islamic Center juga menyediakan makanan gratis untuk masyarakat kurang beruntung dan tunawisma, yang digelar setiap selesai Shalat Jumat.
Keberadaan Islamic Center Asheville memang tidak terlepas dari perjuangan komunitas Muslim setempat untuk memiliki tempat yang representatif. Akhirnya, dengan dana swadaya, mereka mampu menyewat sebuah tempat dan membangun Islamic Center. Bashir menyebut, jamaah di Islami Center cukup heterogen. Disamping warga lokal, banyak pula imigran dari berbagai negara.
''Di sini komunitas muslim cukup heterogen. Selain adanya warga lokal dan keturunan Afrika-Amerika, tapi juga ada yang berasal dari ras Kaukasian. Selain itu, ada pula keturunan dari keluarga imigran seperti dari Aljazair, Libya, Maroko, Mesir, Pakista, India, Asia Tenggara, dan bahkan Palestina,'' kata Bashir.
n