REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan masalah yang menjadi polemik terkait atribut Natal adalah unsur pemaksaan oleh perusahaan atau pengusaha pertokoan kepada karyawan muslim.
Sebab, kata dia, ini menyangkut suasana keagamaan di kalangan mayoritas Muslim di Indonesia. Memang dari sisi toleransi tidak masalah.
"Masalahnya kalau perusahaan-perusahaan dan toko-toko di ruang publik mengharuskan karyawannya pakai atribut natal padahal mereka muslim," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (21/12).
Karena itu, Haedar menilai ada dua, pertama pemaksaan atau pengharusan itu menjadi masalah dan tidak boleh terjadi. Kedua menjadi terganggu rasa keagamaan mayoritas Muslim jika hal itu dilakukan aebagai paksaan atau keharusan padahal itu menyentuh ranah atribut beragama.
"Ini mengganggu rasa keagamaan mayoritas Muslim," katanya.
Di sinilah pandangan tentang toleransi dan kebinekaan tidak bisa semata-mata diletakkan dalam konteks universal. Akan tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis, sebagai pemeluk agama terbesar di negeri ini.
Menurutnya, umat Islam itu sebenarnya sudah sangat toleran. Namun bukan berarti keyakinan dan rasa keagamaannya juga mudah diabaikan dan digangggu.
Baca juga, Pemaksaan Pemakaian Atribut Natal Dinilai Bertentangan dengan Pancasila.