REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Kapolri yang menyebut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukanlah hukum positif, sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum bagi kepolisian di daerah, mendapat kritik dari Ketua Komisi Hukum MUI, Prof HM Baharun. Menurutnya, walaupun fatwa MUI bukan hukum positif, namun fatwa MUI merupakan sumber hukum positif.
"Hal ini selaras dengn konstitusi, dan nilai sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila adalah bukti bahwa hukum positif harus dipengaruhi sila pertama," kata Baharun kepada Republika.co.id, Selasa (20/12).
Ia menegaskan, hukum positif kita adalah hukum yang memiliki roh ketuhanan Yang Maha Esa atau dalam istilah agama Islam adalah tauhid. Karena itu, menurutnya, fatwa MUI telah menjadi hukum yang berkembang di masyarakat dan mengikat umat Islam.
"Mungkin yang dimaksud Kapolri itu fatwa mentahnya itu sendiri," ujarnya.
Kapolri seharusnya tahu, banyak bukti fatwa MUI menjadi sumber hukum positif. Di antaranya Undang-Undang Keuangan Syariah itu sumbernya adalah fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Kemudian fatwa itu diundangkan menjadi hukum positif.
Fatwa MUI terkait pelarangan penggunaan atribut natal bagi seorang Muslim, menjadi pertentangan antara Kapolri dengan Polres Bekasi dan Kulonprogo. Dua polres tersebut mendapatkan sanksi dari Kapolri karena merujuk fatwa MUI sebagai alasan mengeluarkan surat edaran larangan penggunaan atribut natal bagi Muslim di wilayahnya.