REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ishbilya adalah sebutan dalam bahasa Arab untuk Sevilla. Kota ini terletak di tepian Sungai Guadalquiver. Kaum Muslim menaklukkan kota ini sekitar tahun 716.
Sejak itu, ia menjadi kota terbesar kedua setelah Cordoba. Luas areanya mencakup 187 hektare, dengan jumlah penduduk sekitar 83 ribu jiwa. Hingga pertengahan abad ke-9, kawasan perkotaan masih banyak menyisakan jejak peninggalan bangsa Ro mawi.
Tapi segera mengalami rekonstruksi besar-besaran, begitu jatuh ke ta ngan umat Muslim. Abd al-Rahman II, penguasa dari dinasti Umayyah, memerintahkan agar tembok kota dibangun kembali serta diperkuat. Begitu pula kawasan permukiman yang terletak di sisi timur dan utara.
Pembangunan terus berlanjut hingga Khalifah Abu Ya’qub Yusuf memindahkan ibu kota ke Sevilla. Termasuk di antaranya merekonstruksi Istana Alcazar yang dibangun oleh Abd al- Rahman II pada 1172-1176.
Khalifah juga membangun beberapa masjid besar. Hingga kota itu direbut oleh pasukan Nasrani pimpinan Ferdinand III dari Kastila pada 1248, sudah terdapat sebanyak 72 masjid di seluruh Sevilla.
Di masa keemasannya, saat pemerintahan dinasti Almovarid, Sevilla adalah kota yang sangat sibuk. Ia pusat dari banyak bidang kehidupan, mulai dari keagamaan, ilmu pengetahuan, ekonomi, hingga budaya. Banyaknya masjid, kata Thomas Glick pada karyanya The Dictionary of the Middle Ages, menandakan berkembangannya aspek agama di sana.
Sedangkan, hadirnya madrasah serta perpustakaan besar menunjang geliat intelektualitas. Adapun pada ranah seni dan budaya diwakili oleh keberadaan bangunan-bangunan berarsitektur menawan, termasuk di antaranya Istana Alcazar, Masjid Almohad, menara La Giralda, dan masih banyak lagi.
Dalam artikel bertajuk Sevilla Islamic Heritage, Sarah Irving menyatakan, keindahan arsitektur Islam di Sevilla telah menghadirkan kekaguman hingga berabad-abad. Ini menjadi salah satu bukti kebesaran peradaban Islam di Spanyol. Sevilla juga merupakan pusat perekonomian di kawasan Laut Mediterania. Kehidupan ekonomi yang sangat kental diabadikan dalam risalah yang ditulis Ibnu Abdun. Sejarawan ini mengungkap secara akurat denyut nadi perekonomian dan perdagangan seharihari di kota itu.
Disebutkan bahwa produk unggulan dari wilayah ini yakni minyak zaitun. Sentra pembuatannya berada di Aljarafe. Selain itu, menurut Ibnu Abdun, di pasar-pasar yang ada, berlangsung transaksi dagang dalam jumlah besar untuk komoditas tekstil, rempah-rempah, dan kerajinan logam