REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) mendorong agar ada revisi UU No Tahun 2004 tentang wakaf. Revisi ini harus dilakukan agar pengelolaan wakaf dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) dan dapat menjadi basis dalam pengembangan ekonomi umat.
"Undang-undag wakaf sekarang harus direvisi karena hanya melihat peran dari BWI dan Kemenag, seharusnya semua terlibat seperti BPN, BI, dan OJK karena ini menyangkut bisnis," ujar Wakil Ketua BWI Muhammad Nadratuzzaman Hosen di Jakarta, Rabu (7/12).
Menurut pria yang akrab disapa Nadra tersebut, apabila ada proses bisnis dalam pengelolaan wakaf maka ada profil yang dapat dibagikan dan memberikan manfaat kepada umat. Nadra menambahkan, BWI belum bertemu langsung dengan DPR terkait revisi UU Wakaf tersebut. Kini BWI masih melakukan kajian terkait hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan wakaf dalam perekonomian.
Sinergi antar lembaga pemerintah, perbankan, dan juga lembaga wakaf sangat penting untuk memajukan pengelolaan wakaf produktif dalam menumbuhkan perekonomian. Dalam hal ini BWI tidak dapat bergerak sendiri dan membutuhkan keberpihakan dari pemeritah. Nadra mencontohkan, tanah wakaf yang sudah mendapatkan sertifikasi saat ini baru mencapai 35 persen. BWI membutuhkan keberpihakan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
"Kalau nggak ada sertifikasi banyak kasus ada yang menagih kembali tanahnya, makanya kami ingin jangan sampai tanah itu diserobot orang lain dan wakaf produktif ini utamanya adalah memproduktifkan tanah-tanah terlebih dahulu," kata Nadra.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi dalam mengembangkan wakaf produktif yakni masih minimnya data atau laporan mengenai pengelolaan tanah wakaf dari para nazir. Sebab, menurut Nadra, masih banyak masyarakat yang menunjuk wakif hanya berdasarkan kepercayaan sehingga masih belum mengerti proses administrasi dan tidak memproduktifkan tanah wakaf sebagai kegiatan ekonomi.
Ke depan, kata Nadra lebih lanjut, BWI dan Bank Indonesia akan membangun sistem informasi melalui website atau melalui Kantor Urusan Agama di daerah agar setiap nazir melaporkan pengelolaan wakaf. Dengan demikian BWI dapat mengetahui potensi tanah wakaf yang masih belum dimanfaatkan.
Sementara itu, Pelaksana Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf BWI Jurist Efrida Robbiyanto mengatakan, pengelolaan wakaf harus profit oriented dan dikelola dengan pendekatan bisnis karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi umat.
Dalam hal ini nazir bisa bekerja sama dengan swasta dan BUMN karya untuk mengembangkan wakaf produktif, misalnya pembangunan properti, perkantoran, maupun hotel. Selain itu, nazir juga dapat menempatkan wakaf uang di lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS - PWU). Wakaf uang ini juga bisa diinvestasikan di pasar modal syariah dan sektor riil.