Selasa 06 Dec 2016 12:33 WIB

ACT Desak Myanmar Buka Akses Penyaluran Bantuan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Polisi Myanmar patroli di sepanjang pagar perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh di Maungdaw, negara bagian Rakhine, Myanmar.
Foto: AP / Thein Zaw
Polisi Myanmar patroli di sepanjang pagar perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh di Maungdaw, negara bagian Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ACT meminta Pemerintah Myanmar untuk membuka akses bantuan agar bisa masuk. ACT juga menyeru komunitas internasional untuk ikut turun tangan. Malaysia sudah bersikap. Indonesia juga harus bersikap.

Baru-baru ini, militer Myanmar dikabarkan melakukan pelecehan seksual, tindak kekerasan, dan pembunuhan atas komunitas Rohingya yang memicu kemarahan umat Islam di Asia. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak bahkan ikut serta dalam unjuk rasa atas kekerasan yang ditujukan kepada Muslim Rohingya pekan lalu. Sekitar 30 ribu orang mengungsi dari Rakhine dan citra satelit Human Right Watch mendapati ratusan bangunan di desa-desa Rohingya terbakar.

Pemerintah Myanmar menolak tudingan penyalahgunaan wewenang atas kejadian itu. Pejabat Pemerintah Myanmar hanya mengatakan tentara sedang memburu teroris yang melakukan penyerangan terhadap polisi pada Oktober lalu.

Meski tinggal di Myanmar selama sekian generasi, Muslim Rohingya tak mendapatkan hak kewargannegaraan. Mereka bahkan disebut sebagai komunitas paling tertindah di dunia.

Sejak kekerasan atas komunitas Rohingya pecah pada 2012 lalu, telah lebih dari 120 ribu orang Rohingya dipaksa keluar dari Myanmar. Mereka tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan. Aneka pergerakan merekapun serba dibatasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement