Selasa 06 Dec 2016 11:29 WIB

Sharif Hasan Al-Banna: Islam Agama Saya Inggris Negara Saya

Rep: Gita Amanda/ Red: Andi Nur Aminah
 Penulis Quran Cordoba Syarif Hasan AlBana saat silaturahim ke redaksi Republika, Jakarta, Senin (5/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Penulis Quran Cordoba Syarif Hasan AlBana saat silaturahim ke redaksi Republika, Jakarta, Senin (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi Muslim di negara Barat memang mendatangkan tantangan tersendiri bagi Sharif Hasan Al-Banna. Penulis buku The Journey Through The Quran ini merupakan generasi ketiga Muslim di Inggris.

Sharif mengisahkan, Muslim di Inggris telah ada sejak sekitar 50 tahun lalu. Migrasi besar masyarakat Muslim ke Inggris terjadi pada akhir tahun 1950-an menjelang 1960-an. Namun hubungan sejarah Islam dan Inggris telah terjalin sejak abad ke 16. 

Kini ada tiga juta Muslim yang berada di Inggris menurut Sharif. Jumlah tersebut masih minoritas dibandingkan 65 juta total populasi negeri Ratu Elizbeth tersebut.

Dari tiga juta Muslim di Inggris ini, Sharif mengatakan ada sekitar 80 persen seperti dirinya. Yakni keturunan India, Bangladesh, dan Pakistan. Sementara sisanya dari komunitas lain seperti Arab dan lainnya.

Namun sebagai generasi ketiga Muslim di Inggris, menurut Sharif mereka sangat mencintai negara tersebut. Sebab generasi ini umumnya lahir, tinggal dan tumbuh besar di Inggris.

"Jadi kalau ditanya di mana saya merasa seperti di 'rumah'? Ya saya akan menjawab Inggris adalah 'rumah' saya. Saya keturunan Bangladesh tapi buat saya rumah saya Inggris," kata Sharif saat berkunjung ke kantor Republika, Senin (5/12).

Namun Sharif menegaskan identitasnya merupakan Muslim Inggris. Bukan sekadar Muslim yang berada di Inggris tapi Muslim Inggris seperti halnya Muslim Indonesia. Inggris menurutnya merupakan negaranya dan Islam adalah agama dan keyakinannya. "Inggris adalah negara kami dan Muslim kepercayaan kami," ujarnya.

Sharif mengatakan beragama Islam di negara mayoritas non-Muslim merupakan tantangan besar bagi dirinya. Menurutnya Muslim saat ini juga merupakan bagian dari masyarakat Barat.

Meski dihadapkan pada tantangan, mereka nyatanya juga punya banyak kesempatan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah memperoleh identitas. Sebab sebagai generasi ketiga Muslim, warga Inggris dan keturunan Bangladesh komunitas Muslim ini kerap menghadapi krisis identitas.

"Tantangan lain juga seperti Islamofobia yang berkembang, rasis, diskriminasi, juga soal nasionalisme," kata pria yang belajar Bahasa dan Literatur Arab di Institut Eropa untuk Ilmu-Ilmu Manusia dan Universitas Alexandria itu.

Meski banyak tantangan dihadapi, nyatanya menurut Sharif Muslim di Inggris juga memiliki banyak kesempatan. Masyarakat Inggris menurutnya sangat terbuka pada banyak pihak termasuk Muslim.

Ini dibuktikan dengan Muslim yang bisa mencapai segala posisi di Inggris. Mulai dari tentara, polisi, pemerintahan, bisnis dan media hingga dunia hiburan memberi kesempatan pada komunitas Muslim untuk berkontribusi.

Ini pula yang kerap ditanamkannya pada anak-anaknya, bahwa bisa menjadi apa pun di Inggris asal memiliki skill yang mumpuni. Ia juga selalu menekankan pada anak-anaknya, bahwa mereka harus memegang teguh agama mereka dan di saat yang sama juga menjunjung nasionalisme sebagai warga Inggris.

"Saya selalu bilang kalian harus memegang teguh agama kalian di saat yang sama Inggris adalah negara kalian," ujar Sharif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement