REPUBLIKA.CO.ID, BLOOMINGTON -- Profesor Studi Timur Tengah, Nazif Shahrani datang ke Amerika Serikat dari Afghanistan Sekitar 50 tahun yang lalu. Selesai menyelesaikan studi, ia tidak dapat kembali ke negara asal karena adanya konflik. Akhirnya ia memutuskan menjadi warga negara AS.
Ia menjelaskan, keluarganya tidak pernah khawatir terhadap keselamatan Shahrani selama di AS. Kecuali setelah terpilihnya Trump sebagai presiden AS. Selama tinggal di AS, Shahrani sering menyaksikan pelecehan terhadap muslim karena konflik Timur Tengah. Namun ia menyaksikan peningkatkan tindakan sentimen anti-Islam baru-baru ini.
"Ada banyak retorika Donald Trump yang menciptakan perilaku anti Islam. Tetapi kami menyadari bahwa hukum ada untuk melindungi hak-hak semua warga negara Amerika sepanjang waktu,” ujar Shahrani seperti dilansir idsnews.com
Syahrani percaya pemilihan presiden berperan dalam munculnya perilaku sentimen anti-Islam. Hal ini menyebabkan umat Islam merasa takut terhadap kebijakan yang akan dibuat pemerintah. Khsususnya kebijakan terkait muslim.
Dewan eksekutif Islamic Center Bloomington telah melakukan komunikasi yang baik dengan Federal Bureau of Investigations (FBI). FBI sering melakukan komunikasi dengan komunitas muslim sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap keselamatan muslim.
Shahrani berharap komunitas muslim dapat membantu FBI agar proses komunikasi tetap berjalan nyaman bagi kedua belah piak. Menurut Shahrani, perempuan muslim merupakan target utama dari sentimen anti-Islam.
Ini dikarenakann jilbab yang mereka gunakan. Hanan Mohamed, seorang muslimah yang tinggal di Bloomington mengaku sering mendengar banyaknya tindakan sentimen anti Islam.
Hal ini membuat ia sering berwaspada saat berada di tempat umum. Ia mengaku menjadi takut untuk berjalan sendiri. Khususnya pada malam hari. Bahkan keluarganya pernah dituduh teroris oleh pengendara yang lewat.