Sabtu 26 Nov 2016 20:50 WIB

Membaca Alquran Segampang Huruf Latin

Rep: Amri Amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
Ustaz Achmad Farid Hasan
Foto: Republika/Maman Sudiaman
Ustaz Achmad Farid Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belajar membaca Alquran sering menjadi hambatan di usia dewasa. Kendalanya, seringkali perbedaan cara dan tanda baca. Alquran menggunakan struktur kata berbahasa Arab (huruf hijaiyah), sedangkan bacaan keseharian menggunakan huruf latin. Ini yang membuat sulit sebagian orang memulai membaca Alquran.

Sebuah metode pembelajaran Alquran berusaha menggabungkan kemudahan mengenal dan membaca huruf hijaiyah dengan huruf latin. Metode Islam 30 Menit Bisa Membaca Alquran merupakan cara baru alternatif bagi pemula yang ingin cepat dan praktis membaca Alquran.

Metode Islam 30 Menit Bisa Membaca Alquran merupakan cara baru alternatif bagi pemula yang ingin cepat dan praktis membaca Alquran. Penggagas metode ini adalah Ustaz Achmad Farid Hasan, seorang pengajar yang telah berkecimpung lebih 16 tahun di pembelajaran Alquran.

Yang unik, Ustaz Farid berusaha mengkombinasikan semua huruf hijaiyah seperti bisa dikenal dalam huruf latin. "Salah satu metode yang kita gunakan huruf-hurufnya (hijaiyah) kita latinkan," kata Farid di sela memberikan kelas membaca Alquran bekerjasama dengan Republika, Sabtu (26/11).

Kemudian, cara kedua yang membuat metode ini lebih gampang dipahami adalah memberikan ciri-ciri pada huruf-huruf hijaiyah, baik mengikuti tanda huruf latin atau simbol dalam bahasa Indonesia. Dari situ ia mengakui pengenalan mereka yang masih nol sangat cepat hingga bisa membaca huruf hijaiyah. Ia menyontohkan Alif, Ain menjadi A, Dal atau Dzal itu menjadi D.

Huruf hijaiyah dengan garis tegak pasti A, atau huruf dengan tiga titik atau bergigi tiga itu S, seperti Tsa, Sin dan Syin. Kemudian huruf satu titik di bawah itu B seperti Ba, dan huruf satu titik naik itu N seperti Nun. Setelah mengenalkan huruf atau konsonan, cara pengenalan tanda baca atau fokal juga lebih dipermudah.

Hanya ada enam fokal utama (a, i, u dan an, in un) dan dua tanda baca lain, termasuk tajwid dan tanda mati. Kuncinya adalah membaca huruf dan lihat fokalnya. Terkait cara pengucapan, apakah benar atau tidak, akan diajarkan setelah peserta bisa membaca huruf dan tanda bacanya.

Cara ini ia yakini membuat lebih ringan dan menyenangkan. "Karena mereka mengenal huruf hijaiyah segampang membaca huruf latin. Jadi itu yang membuat metode ini enteng," ujarnya.

Dengan meringankan pemahaman huruf hijaiyah dan membacanya melalui tanda baca. Cara ini telah berhasil membuat ribuan orang mampu membaca Alquran dengan cepat, mudah dan praktis. Ini diakui beberapa peserta yang hadir dalam kelas pembelajaran yang diselenggarakan bersama Republika.

"Saya sudah belajar Alquran dari berbagai cara tapi sulit bagi saya memahami, terutama menghafal huruf dan tanda baca. Ternyata tadi cukup mudah bagi saya yang tua ini untuk mengingat, dan langsung membaca," kata Pudjiatin Sangkoyo yang telah berusia 80 tahun.

Wanita yang pernah tinggal di Jerman dan beberapa negara Eropa cukup lama sebagai istri diplomat di era Presiden Soekarno ini, mengaku terlambat belajar membaca Alquran. Tapi itu tidak mengurangi semangatnya mengikuti tahapan metode pembelajaran dari awal hingga akhir.

Baginya di usia yang sudah terlalu uzur sangat sulit untuk menghafal 30 huruf hijaiyah ditambah dengan tanda baca yang cukup banyak. Tapi dalam waktu sehari, Pudjiatin mengaku sudah mulai bisa membaca beberapa kata walaupun dengan keterbatasan. "Sangat gampang, sudah mulai bisa, Alhamdulillah," ujarnya.

Peserta lain adalah Alexander Ray, seorang mualaf yang sudah dua tahun memeluk Islam. Baginya Alquran sangat asing bukan hanya untuk dibaca, bahkan dilihat. Karena Alquran dibaca dari kanan ke kiri, dan dibaca dari belakang dari sudut buku yang bertulis huruf latin.

Dua tahun menjadi mualaf, ia mengaku selama ini hanya sebatas memahami Islam. Dan kalau pun ada bacaan Alquran Alex lebih memilih mengikuti daripada membaca. "Karena memang saya baru nol, baru mengenal huruf hijaiyah, tapi Alhamdulillah tadi sudah bisa baca kata per kata," kata Sarjana Komputer ini.

 

Metode membaca Alquran dengan mengenalkan huruf hijaiyah dengan dicirikan dengan huruf latin, menurutnya memang sangat memudahkan. Yang berbeda, metode ini memiliki cara pandang lain dengan metode belajar Alquran yang ia ketahui. Kemudahan itu ia rasakan ketika menghafal dan membaca huruf hijaiyah menggunakan tanda bacanya.

KH. Hasan Makarim, mengakui metode '30 Menit Bisa Membaca Alquran' ini merupakan cara yang lebih sederhana dan lebih cepat belajar bagi mereka yang tidak bisa membaca Alquran. Karena metode ini mengakselerasi proses dan mengabaikan semua proses yang menghambat pembelajaran membaca Alquran yang ada selama ini.

Ia mengakui cukup tertarik dengan cara metode pembelajaran ini, terutama bila diterapkan terhadap siswa pesantrennya di beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Nusa Kambangan. "Bagaimana narapidana dalam sekian tahun di Lapas mereka bisa bebas buta huruf Alquran dengan metode ini," kata dia yang ikut dalam kelas pembelajaran.

Karena kalau narapidana bisa diajarkan membaca Alquran dengan cepat dan baik, ke depannya akan ada satu motivasi untuk merubah perilaku hidup mereka. "Jadi saya datang ke kelas pembelajaran ini bukan untuk saya, tapi untuk lapas dan narapidana yang metode ini bisa dikembangkan di sana," ujarnya.

Kiai Hasan pun mengapresiasi Republika yang memfasilitasi kebutuhan umat Islam yang masih nol untuk belajar Alquran dengan cepat. Sebab sekarang kehidupan serba cepat, kalau kehidupan serba cepat tapi sarana pembelajaran agama masih konvensional akan ditinggal oleh umat.

Pimpinan Redaksi Harian Republika, Irfan Junaidi mengungkapkan mulai bulan lalu, Republika kembali berkerjasama membuka kelas pembelajaran Metode Islami 30 Menit Bisa Membaca Alquran, setelah sempat berjalan sejak 2010 hingga 2013. Ini adalah yang ke 60 kalinya Republika menggelar kelas pembelajaran Alquran dengan metode ini.

Kalau dahulu sejak 2010 hingga 2013 kelas pembelajaran diselenggarakan di hotel, kini 2016 hanya digelar di Republika. Tujuannya adalah komitmen Republika yang akan memfasilitasi umat Islam yang hingga kini masih belum bisa membaca Alquran.

"Ini adalah komitmen Republika yang masih ingin menunjukkan masih ada media yang memegang komitmen keummatan mengajarkan mereka yang tidak bisa membaca Alquran," jelas Irfan Junaidi menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement