Sabtu 26 Nov 2016 16:43 WIB

Ahok, Skisma Akar Rumput dan Elite: Retakan Umat di Jalan Tengah

Sejumlah orang makan bersama ala pesanten saat peringatan Hari Santri 2016 di Magetan, Jawa Timur, Sabtu (22/10). Ribuan santri mengikuti istighatsah dan apel dilanjutkan makan bersama beralaskan daun pisang untuk memperingati hari santri.
Foto:
Santri di pedalaman Jawa tahun 1910.

Saya tak ingin mendaku paham soal bagaimana merekatkan kembali rekahan tersebut dan mencegahnya jadi gelombang ketakpercayaan terhadap otoritas NU atau Muhammadiyah. Tapi, terlampau dekatnya para petinggi ormas-ormas tersebut ke pemerintahan, saya kira bisa jadi membuat mereka semakin jauh dari akar rumput. Bisa membuat retak di jalan tengah kian lebar.

Salah satu yang menangkap dengan lebih cermat soal ini adalah Ian Wilson, Indonesianis dari Murdoch University, Australia. Dalam komentarnya soal Aksi 411 di New Mandala, Wilson mencatat bagaimana sebagai institusi NU berdiam diri saat warga korban penggusuran oleh Pemprov DKI Jakarta berteriak di Jakarta Utara, wilayah penyumbang keanggotaan NU paling banyak di DKI.

Dan banyak pihak yang siap menampung limpahan ketakpercayaan kader NU dan Muhammadiyah tersebut. Ada golongan yang terinspirasi gerakan Ikhwanul Muslimim yang digagas Hassan Albanna di Mesir pada 1940-an. Sebagian mencoba lewat jalan dan jalur demokratis, dengan segala konsekuensinya, seperti PKS.

Ada juga Hizbut Tahrir, gerakan pro-kekhalifahan tunggal Islam yang mulanya digagas di Palestina pada 1950-an. Dia orang tak percaya proses-proses demokratis, meski sejauh ini masih kuat menahan diri dari melakukan upaya-upaya politis maupun inkonsitusional untuk menggulingkan pemerintahan.

Sementara paham Salafi-Wahabisme juga kian kuat mendapat pijakan di Tanah Air. Meski kerap dituding puritan-radikal, penelitian pengamat terorisme Sidney Jones mencatat, dari 1000-an pelaku dan simpatisan terorisme yang diprose hukum, hanya lima orang yang terafiliasi dengan institusi Salafi-Wahabi.

Artinya, kita bisa mensyukuri bahwa pihak-pihak di atas, sejauh ini masih percaya dengan jalan-jalan damai. Tapi yang menakutkan, bukan rahasia bahwa di Indonesia ada juga kelompok perayu yang punya niat jahat terhadap pemerintahan, demokrasi, kerukunan, dan moderasi Islam.

Pada akhirnya, waktu-waktu belakangan ini bukan hanya berpotensi jadi titik balik buat Indonesia. Ia juga bisa jadi titi mangsa yang bakal dipakai menilai NU dan Muhammadiyah di masa datang.

Bagaimana mereka menyikapi suara-suara di akar rumput serta bagaimana mereka merengkuh kelompok lain alih-alih ikut mengalienasi, bakal punya implikasi, baik atau buruk, yang bakal signifikan impaknya di masa datang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement