REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menuding peserta aksi 4 November merupakan gerakan bermotif politik dan menerima bayaran Rp 500 ribu per orang. Pernyataan tersebut dinilai dapat menimbulkan kegaduhan baru dan memicu kembali reaksi umat Islam untuk melakukan gugatan hukum karena mengandung unsur fitnah.
"Apa yang dituduhkan saudara Ahok itu jauh dari fakta yang sebenarnya. Peserta aksi yang sebagian besar dari mereka adalah para ulama, habaib, ustaz, santri dan jamaah pengajian adalah orang-orang yang ikhlas dan lillahi taala karena semata ingin membela kesucian kitab sucinya," ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi kepada Republika.co.id, Sabtu (19/11).
Para peserta aksi 4 November, kata dia, datang dari berbagai daerah dengan mengeluarkan biaya sendiri, bahkan ada yang patungan. Para peserta aksi tidak digerakkan oleh aktor politik, melainkan datang dengan kesadaran sendiri. "(Peserta aksi) semata ingin menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari yang merasa tersinggung perasaannya atas ucapan saudara Ahok," ujar Zainut.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan ABC 7.30, Ahok yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama ini, menuding peserta aksi 4 November adalah Muslim garis keras dan bermuatan politik. Dia juga menuduh massa menerima uang Rp 500 ribu untuk ikut demo.
"Saya harus pergi ke pengadilan untuk membuktikan ini adalah politik dan bukan (persoalan) hukum," katanya kepada ABC 7.30. Namun Ahok tidak menjelaskan siapa yang mendanai aksi tersebut. "Saya tidak tahu, kita tidak tahu, tapi saya percaya Presiden (Jokowi) tahu dari intelijen, saya percaya mereka tahu," katanya.
Ahok melanjutkan, "Hal ini tidak mudah, Anda mengirim lebih dari 100 ribu orang, sebagian besar dari mereka (pendemo), jika Anda melihat berita itu, mereka mengatakan mereka mendapat uang Rp 500 ribu."