Tapi demo 4 November memang menyuarakan kemarahan umat. Tetapi kemarahan, dimanifestasikan dengan cara yang beradab, dengan cara-cara aksi damai, walaupun bersifat massal, dengan berjubah sebagai busana taqwa (libas al taqwa) yang melambangkan kesucian dalam mendasari dzikir dan doa, laiknya sebuah vestival zikir nasional yang pernah digelar oleh Ustadz Arifin Ilham atau Ustadz Haryono.
Peristiwa demo semacam ini belum pernah terjadi di dunia Islam dan baru terjadi di Indonesia. Jika peristiwa seperti itu dinilai sebagai sauté prestasi, maka pengukir prestasinya bukan hanya penguasa, khususnya kepolisian yang memakai cara-cara persuatif, dengan pemakai kopiah haji dan jilbab bagi polwan.
Secara keseluruhan aksi damai itu adalah suatu aksi demokrasi yang mengikuti tertib hukum. Kemampuan pengunjuk rasa dalam mengendalikan diri sangat mengagumkan, padahal emosinya dipancing dengan teriakan "Allahu Akbar".
Walaupun demikian, Presiden dalam pernyataannnya tengah malam menilai, bahwa pada akhirnya demo itu dinodai dengan peristiwa kekerasan yang melanggar hukum dan ketertiban. Namun peristiwa itu belum bisa disebut sebagai tindakan anarki, antara lain karena masih bisa dikendalikan oleh Front Pembala Islam (FPI) dengan inisiatif ketuanya sendiri Habib Rizieq telah berusaha menahan aksi yang berlebihan.