Selasa 15 Nov 2016 06:58 WIB

Kemarahan Beradab, Marwah Pancasila, dan Demokrasi 4 November 2016

Lautan massa memadati kawasan Bundaran Air Mancur Bank Indonesia sebelum menuju ke depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11).
Foto:
Pengamat sosial politik Dawam Rahardjo.

Tapi demo 4 November memang menyuarakan kemarahan umat. Tetapi kemarahan, dimanifestasikan dengan cara yang beradab, dengan cara-cara aksi damai, walaupun bersifat massal, dengan  berjubah sebagai busana taqwa (libas al taqwa) yang melambangkan kesucian dalam mendasari dzikir dan doa, laiknya sebuah vestival  zikir nasional yang pernah digelar  oleh Ustadz Arifin Ilham atau Ustadz Haryono.

Peristiwa demo semacam ini belum pernah terjadi di dunia Islam dan baru terjadi di Indonesia. Jika peristiwa seperti itu dinilai sebagai  sauté prestasi, maka pengukir prestasinya bukan hanya penguasa, khususnya kepolisian yang memakai cara-cara persuatif, dengan pemakai kopiah haji dan jilbab bagi polwan.

Secara keseluruhan aksi damai itu adalah suatu aksi demokrasi yang mengikuti tertib hukum. Kemampuan pengunjuk rasa dalam mengendalikan diri sangat mengagumkan, padahal emosinya dipancing dengan teriakan "Allahu Akbar".

Walaupun demikian,  Presiden dalam pernyataannnya tengah malam menilai, bahwa pada akhirnya demo itu dinodai dengan peristiwa kekerasan yang melanggar hukum dan ketertiban. Namun peristiwa itu belum bisa disebut sebagai tindakan anarki, antara lain karena masih bisa dikendalikan oleh Front Pembala Islam (FPI) dengan inisiatif ketuanya sendiri Habib Rizieq telah berusaha menahan aksi yang berlebihan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement