Ahad 13 Nov 2016 08:25 WIB

Pakar AS: Barat, Soal Demokrasi, Contohlah Umat Islam Indonesia

Indonesianis asal AS, Robert W Hefner
Foto:

Menurut Anda bagaimana respons Barat terhadap potret Islam dan demokrasi di Indonesia? 

Seperti yang saya sampaikan tadi, Indonesia adalah negara demokratis yang berhasil menjalankan hak-hak kewarganegaraan dengan baik.

Bahkan bisa menjadi contoh dan pelajaran bagi negara-negara Barat yang kadang-kadang cenderung sombong. Seolah-olah mereka tidak perlu belajar dari negara-negara lain. Dalam hal inilah saya kira Indonesia banyak memberi pelajaran yang baik 

Di seluruh negara demokrasi di dunia belum ada bentuk atau formula khusus dalam pengelolaan kehidupan beragama. Bahkan menurutnya, di Barat justru sikap islamofobia masih terus menggelayuti sebagian orang dan kelompok. 

Menurut saya, realitas kehidupan beragama terjamin di dalam UUD 1945, tetapi terkait dengan definisi agama, hal ini menjadi persoalan yang sangat sensitif.

Bahkan isu yang paling mendasar adalah bagaimana melindungi masyarakat dan hak-hak mereka sebagai warga negara agar Indonesia tetap bersatu dan menjalankan demokrasi dengan baik

Sekali lagi, Indonesia memberikan banyak pelajaran yang baik tentang demokrasi dan bagaimana menjaga dan merawat kerukunan beragama. Indonesia, jadi potret dan pelajaran bagi negara lain bagaimana mengelola pluralitas agama mereka sendiri.  

 

Sisi kelemahan apa yang Anda tangkap saat ini dari kondisi umat beragama di Indonesia? 

 Titik lemah yang ada di Indonesia, saya rasa, hampir sama dengan di belahan dunia lain. Kita hidup di suatu masa, yang punya beberapa ciri, di antaranya globalisasi, migrasi, dan revolusi media massa, ciptakan kultur global, di mana tidak ada yang bisa abaikan globalisasi dan kemajukan itu.

Indonesia tidak berbeda dengan negara Barat, AS, misalnya. Kita lihat fenomena pencalonan Donald Trump.

Bahwa dia, memainkan kartu di luar dugaan, saya tidak pernah membayangkan, bagaimana dia bisa memainkan isu sensitif seperti antiimgran, islamofobia, tetapi bukan Islam saja, tetapi Meksiko, Amerika Latin.

Ada semacam populisme exclusive dalam arti yang negatif yang dimainkan. Ini perlihatkan fenomena ketegangan, kecemasan sosial di sebuah masyarakat yang semakin majemuk, adalah ciri umum di dunia kita sekarang ini, di mana-mana, Eropa Barat, Amerika Serikat, Amerika Latin. Dan itulah sebabnya, saya mengapresiasi upaya Kementerian Agama. 

Jalan terbaik atasi kontrol tantangan pluralitas itu adalah lewat upaya gali ke dalam etika dan agama yang dimiliki masyarakat sendiri untuk menemukan dan sempurnakan sumberdaya manusia dan moril.

Saya terus terang salut upaya dari Kementerian Agama, sebagai contoh keistimewaan komunitas Muslim pertama dan kedua sebagai negara yang berhasil menyatukan demokrasi dengan kehidupan mereka. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement