Kamis 03 Nov 2016 18:00 WIB

Kufah Pusat Gerakan Ilmiah Islam

Rep: Amri Amrullah/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Masjid Agung Kufah, Irak.
Foto: blogspot.com
Masjid Agung Kufah, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, Kufah tak menjadi pusat pemerintahan. Penguasa Abbasiyah lebih memilih membangun kota Baghdad. Alasannya, Kufah merupakan pusat kekuatan Syiah yang juga merupakan lawan politik Abbasiyah. Meski terpinggirkan secara politik, perkembangan aktivitas peradaban terus berkembang di kota itu.

Bahkan, sejarah mencatat Kufah merupakan kota yang terkenal sebagai pusat politik, peradaban dan pusat lahirnya doktrin Syiah. Kufah juga menjadi pusat gerakan ilmiah yang besar. Sederet ulama terlahir di Kufah antara lain; Syuraih bin Amir, Asy-Sya'bi, An-Nakhai, dan Sa'id bin Jubair. Gerakan ilmiah itu terus berkembang dan melahirkan Abu Hanifah bin Nu'man Al-Kufi atau Imam Hanafi.

Di kota itu berdiri sekolah Sunni yang terkemuka di Kufah yang didirikan Abu Hanifah. Selain itu, Imam Syiah seperti Muhammad Al-Baqir dan anaknya Jafar Al-Sadiq juga ikut memberi pengaruh di Kufah dengan hukum-hukum yang dibuatnya di Madinah.

Dalam khazanah peradaban Islam, Kufah juga terkenal dengan tulisan Arab indah yang disebut khatt kufi. Salah seorang sarjana Muslim yang mengembangkan tulisan indah kufi itu adalah Al-Qalqashandi. Khatt Kufi merupakan turunan dari empat tulisan Arab sebelum Islam yakni Al-Hiri, Al-Anbari, Al-Makki dan Al-Madani. Penamaan 'kufic' pertama kali diungkapkan Ibnu Al-Nadim dalam Kitab Al-Fihrist.

Pada dekade pertama Islam, Kufah begitu terkenal dengan dalam literasi dan politik. Pada masa kejayaannya, kota yang terletak 170 km di selatan Bagdad itu bahkan pernah menjadi pusat administrasi pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pada tahun 656 M. Ali memindahkan ibu kota di Madinah ke Kufah lantara alasan politik.

Sejak itulah, kota itu menjadi basis kekuatan pendukung Ali dan keluarganya. Dukungan terhadap Ali itu kemudian melahirkan Syiah. Pergolakan politik pada masa pemerintahan Ali telah membuat Kufah menjadi semacam pusat militer. Kota itu menjadi saksi terjadinya Perang Jamal atau Perang Unta (656 M) antara Ali bin Abi Thalib dengan Siti Aisyah.

Kubu Aisyah menuntut agar pemerintahan yang dipimpin Ali segera mengadili pembunuh Khalifah Usman bin Affan. Setelah itu, Kufah juga menjadi saksi pergolakan politik antara Khalifah Ali dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang kemudian memantik perang Siffin (657 M).

Di kota ini pula Khalifah Ali bin Abi Thalib tutup usia akibat ditikam oleh Ibnu Muljam dengan pedang. Jasad Ali bin Abi Thalib di makamkan di Najaf. Bagi penganut Syiah, makam itu begitu berarti. Kawasan pemakaman Ali amat luas dan diyakini merupakan perkuburan yang terluas di dunia.

Di masa Dinasti Umayyah, Kufah kerap menjadi sumber pemberontakan pengikut Syiah. Pada 680 M, putera Ali yang juga cucu Rasulullah SAW, Husein meninggal di Karbala. Menjelang keruntuhan Dinasti Umayyah, Kufah merupakan motor penggerak dakwah Dinasti Abbasiyah. Di Masjid Kufah , Khalifah pertama Abbasiyah dilantik pada 749 M.

Kini, Kufah berada dalam situasi yang tak menentu menyusul invasi dan penjajahan tentara AS di Irak. Kufah telah menjadi saksi sejarah perkembangan Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement