REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pernikahan dini bisa disebabkan banyak faktor. Mulai dari desakan orang tua, faktor ekonomi hingga kecelakaan. Tidak adanya rencana yang matang untuk mengarungi bahtera pernikahan juga menjadi salah satu penyeban tingginya angka perceraian pasangan-pasangan muda.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor, Agung Prihanto.
Menurutnya, kecenderungan saat ini juga adalah para remaja kurang terbuka terhadap orang tuanya. Karenanya, menurut dia, diperlukan upaya lewat pendekatan ataupun strategi agar mereka melek, salah satunya soal pernikahan dini.
"Mesti antisipasi, kami saat ini melakukan sosialisasi Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R), baru pertama kali, masalah efektif dan tidaknya yang penting kami lakukan upaya," kata Agung saat Gebyar Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R) di Taman Ekpresi, Sempur, Kota Bogor, belum lama ini.
Kepala BPMKB ini melanjutkan, gebyar ini juga guna menyosialisasikan kegiatan PIK dalam rangka mewujudkan generasi remaja yang baik di Kota Bogor. Sosialisasi akan terus dilakukan ke sekolah-sekolah melalui Duta Genre yang terdiri dari mahasiwa dan pelajar.
Diharapkan melalui sosialisasi ini, dampak bahaya dari seks bebas, narkoba dan pernikahan dini bisa diminimalisir. Apalagi seringnya penikahan dini terjadi karena didasari faktor keterpaksaan. "Kalau bisa menyeluruh hingga ke pelosok," lanjut Agung.
Menurut Kepala Seksi Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BPMKB Kota Bogor, Iceu Pujiati, usia pernikahan dini boleh dibilang mulai dari 10 sampai 24 tahun. Atau untuk laki-laki terbilang sampai usia 25 tahun.
"Jadi tidak hanya ke anaknya, para orang tuanya juga diberi sosialisasi bahwa pernikahan itu harus berencana. Kami bikin salam Genre yaitu Generasi Berencana," ujar Iceu menjelaskan.