Senin 24 Oct 2016 16:36 WIB

Cordoba, Kota Pesaing Baghdad

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Masjid Agung Cordoba di seberang jembatan bersejarah peninggalan Romawi.
Foto: famouswonders.com
Masjid Agung Cordoba di seberang jembatan bersejarah peninggalan Romawi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta kepada Andalusia. Tak hanya kemolekannya, lebih dari itu, Andalusia pernah mengharumkan Eropa dengan pusat ilmu, budaya, dan seni yang dimilikinya. Kata-kata indah itu secara gamblang dinyatakan Iskander Nabiulin dalam tulisannya Andalusia: The Return of Islam to Europe yang dimuat Islam Magazine pada 2011.

Kota-kota di al-Andalus (Andalusia) memang terhampar indah bak bentangan mutiara. Cordoba, Granada, Sevilla, dan Toledo terbilang kota yang penting bagi peradaban Islam di Andalusia. Cordoba merupakan pusat pemerintahan dan politik Andalusia selama berabad-abad.

Madrid dan Toledo merupakan kota garda depan, Sevilla menjadi lumbung pangan, dan Granada menjadi saksi kebangkitan sekaligus runtuhnya kepemimpinan umat Islam.

Cordoba (Qurtubah)

Selama era Kerajaan Romawi, Cordoba merupakan ibu kota provinsi yang berperan penting di masa Visigothic pada abad kelima. Setelah penaklukan Iberia oleh Muslim pada 711, kekhalifahan Umayyah menjadikan Cordoba sebagai ibu kota Andalusia.

Salah satu khalifah Dinasti Umayyah, Abdul Rahman I, membuat Cordoba menjadi kota yang diperhitungkan dan menjadi saingan Baghdad. Para ahli ilmu berkumpul di sana untuk ambil bagian dalam perkembangan ilmu pengetahun yang sangat didukung khalifah. Budaya ini terus berlanjut hingga kepemimpinan khalifah setelah Abdul Rahman I.

Pada abad ke-10, di bawah kepemimpinan Khalifah Abdul Rahman III, Cordoba menunjukkan diri sebagai kota paling maju di Eropa. Rakyat menikmati aliran air bersih ke rumah-rumah, jalanan kota lapang, lampu jalan menyala, taman kota di mana-mana. Makanan, pakaian, obat-obatan, dan karya seni bukan barang langka.

Pada masa itu, populasi penduduk sempat mencapai lebih dari setengah juta jiwa. Permukiman, ratusan masjid, pemandian umum, pasar, dan istana rapi tertata.

Pada awal abad ke-11, khalifah mengalami tekanan ekonomi dan pertahanan yang memicu menjamurnya kerajaan-kerajaan kecil (taifa). Meski begitu, Cordoba belum kehilangan sinarnya.

Hari ini, Cordoba adalah kota berpenduduk sekitar 300 ribu jiwa. Area permukiman warga Yahudi atau juderia mudah dikenali dengan rumah-rumah berwana putih gading dan beratap genting. Masjid Agung Cordoba yang jadi salah satu Situs Warisan Budaya UNESCO, merupakan salah satu monumen utama dunia. Tiang-tiang dan lengkungan bangunan masjid dari batu berwarna merah dan putih memancarkan kecantikan tersendiri.

Beberapa kilometer di luar Kota Cordoba, penggalian istana kekhalifahan Umayyah masih berlangsung di situs Madinah al-Zahra, kota yang diyakini mewakili gaya hidup modern umat Islam saat itu. Kehidupan modern Cordoba saat ini dihiasi patung Maimonides dan Ibnu Rushdi untuk menghormati putra asli Cordoba. Tak jarang, festival musik dan budaya digelar untuk merayakan warisan Islam di Spanyol.

Dalam sebuah tulisan berjudul Cordoba, European Jewel of the Middle Ages yang dimuat laman Muslim Heritage, Cordoba juga mahsyur dengan 70 perpustakaan publik yang dibangun di masa Khalifah Hakam II. Perpusatakaan yang berada di masjid-masjid bahkan terbuka bagi siapa saja.

Kapan pun para pemimpin Leon, Navarre atau Barcelona butuh ahli bedah, arsitek, dan para pembuat pakaian, mereka akan mencarinya ke Cordoba. Pada awal abad kesembilan, komunitas Kristen di sana juga mengadopsi pola hidup komunitas Muslim. Sisi lain Cordoba, yakni kota ini juga pernah menjadi pusat pendidikan etika, kota terhormat yang ramai dikunjungi para ulama dan ilmuwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement