Senin 17 Oct 2016 20:43 WIB

Kisah Sammamah dan Teladan Kebaikan Rasulullah

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Rasulullah
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Memberikan maaf adalah pekerjaan yang sangat mulia. Dengan memaafkan kesalahan orang lain, akan tercipta sebuah kehidupan yang mengesankan, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Teladan Rasulullah Dan Orang Saleh.

Ketika itu ada seorang pembesar kharismatik dari Kabilah Hunaifiyyah bernama Sammamah, yang berhasil di tangkap umat Islam. Sammamah ditangkap kaum Muslimin karena telah banyak membunuh para pemeluk agama baru yang diajarkan Rasulullah SAW itu.

Sebelum ditahan, Sammamah terlebih dahulu dihadapkan kepada Rasulullah untuk menentukan keputusan apa yang hendak diambil. Setelah melihat keadaan Sammamah Rasulullah SAW tidak banyak berkomentar dan hanya berkata.

Perlakukan dia dengan baik! kata Rasulullah. Setelah itu, segera para sahabat yang ada di sekelilingnya langsung membawa Sammamah ke lokasi penahanan.

Di ruang tahanan, Sammamah sangat rakus bila makan. Sammamah bisa melahap semua jatah makanan 10 orang sekaligus tanpa merasa bersalah. Perilaku tawanan baru itu disampaikan kepada Rasulullah.

Lagi-lagi Rasulullah tidak banyak memberikan komentar dan Rasulullah pergi ke bilik istrinya dan berkata, Hari ini aku kedatangan tamu yang doyan makan. Hidangkan padanya semua makanan yang telah kalian siapkan!

Setelah menerima hidangan yang disediakan istri Rasulullah itu, Sammamah menyikat habis semua makanan yang dihidangkan padanya. Sementara Rasulullah dan keluarga yang juga kelaparan mengalah tidak ikut makan. Hal ini terjadi sampai beberapa pekan, tapi Rasulullah tetap baik kepada Sammamah meski Sammamah hanya makan, minum, dan tidur.

Selain memberikan makan, Rasulullah juga selalu memperhatikan perkembangan kondisi Sammamah. Setiap kali bertemu Nabi, Sammamah selalu mengatakan, Muhammad! Aku telah membunuh orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku, katanya dengan nada tinggi. Mendengar perkataan itu, Rasulullah tidak banyak bicara dan hanya menatap lawan bicaranya sambil sedikit tersenyum.

Melihat sikap Nabi Muhammad seperti itu Sammamah semakin sombong dan kembali berkata, Namun, jika kamu menginginkan tebusan, aku siap membayar sebanyak yang kamu inginkan, katanya.

Seperti keadaan tadi, Rasulullah hanya mendengarkan ucapannya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa hari kemudian, Rasulullah membebaskan Sammamah sehingga ia bebas pergi ke mana saja.

Setelah melangkah beberapa jauh, Sammamah berhenti di bawah sebuah pohon. Ia selalu berpikir, berpikir, dan terus berpikir memikirkan sikap Nabi Muhammad yang begitu ramah dan baik.

Kemudian, ia duduk di atas pasir dan masih tetap tidak percaya, mengapa orang yang menawannya tidak memperlakukan dirinya dengan kasar, padahal ia telah membunuh banyak sahabat Rasulullah. Setelah beberapa lama memikirkan sikap Rasul yang baik, ia beranjak bang kit kembali menuju kediaman Rasulullah dan menyatakan masuk Islam.

Setelah masuk Islam, Sammamah meng habiskan beberapa hari bersama Rasulullah kemudian pergi ke Mak  kah untuk mengunjungi Ka'bah. Sesampainya di sana, Sammamah menyatakan dengan suara lan  tang, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Saat itu Makkah masih berada di bawah kekuasaan Quraisy. Orang-orang menghampirinya dan mengepungnya. Pedang sudah terayun-ayun mengintai kepala dan lehernya.

Salah seorang dari kerumunan itu berkata, Jangan bunuh dia! Jangan bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan dari Imamah kita tidak akan hidup.

Sammamah menimpali, Tetapi itu saja tidak cukup! Kalian telah sering menyiksa Muhammad. Pergilah kalian menemuinya dan minta maaflah pada beliau dan berdamailah dengannya! Kalau tidak, Aku tidak akan mengizinkan satu biji gandum dari Imamah masuk ke Makkah, katanya.

Sammamah kembali ke kampung halamannya dan ia benar-benar menghentikan suplai gandum ke Makkah. Bahaya ke laparan mengancam penduduk Makkah. Para penduduk Makkah mengajukan permohonan kepada Rasulullah, Wahai Muhammad! Engkau memerintahkan agar berbuat baik kepada sanak dan tetangga.

Kami adalah sanak saudaramu, akankah engkau membiarkan kami mati kelaparan dengan cara seperti ini?

Seketika itu pula, Rasulullah menulis surat kepada Sammamah, memintanya untuk mencabut larangan suplai gandum ke Makkah. Sammamah dengan rela hati mematuhi perintah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement