Senin 17 Oct 2016 18:39 WIB

Masjid Sultan Mohammed Thakurufaanu al-Azzam Terbesar di Maladewa

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Masjid Sultan Mohammed Thakurufaanu alAzzam
Foto: bujangmasjid.blogspot.com
Masjid Sultan Mohammed Thakurufaanu alAzzam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Tidak hanya berciri khas Timur Tengah, masjid ini juga mengusung unsur alam yang identik dengan kawasan pesisir. Masjid dan Islamic Center Sultan Mohammed Thakurufaanu al-Azzam adalah masjid terbesar di Republik Maladewa.

Keseluruhan masjid terdiri dari bangunan berlantai tiga lengkap dengan perpustakaan umum dan balai pertemuan serta perkantoran. Majelis Agung Urusan Islam Maladewa berkantor di Masjid ini.

Nama masjid diambil dari seorang tokoh pahlawan nasional Maladewa berna ma Sultan Mohammed Thakurufaanu al Azzam, yang berjuang mengusir Portugis selama kurang lebih 15 tahun (15581573). Masjid yang diresmikan Presiden Maladewa Mumoon Abdul Gayoom pada 11 November 1984 ini, memiliki desain arsitekur dinamis.

Warna putih yang membalut seluruh bangunan memberikan sentuhan santai sesuai dengan geografis Maladewa sebagai negara kepulauan.

Masjid Grand Friday Mosque Male, begitu masyarakat setempat menyebutnya, memiliki tiga lantai dengan berbagai macam fasilitas sosial dan keagaman yang berada di lantai dasar. Sementara, lantai dua dan tiga digunakan sebagai ruang utama shalat dengan kapasitas 5.000 jamaah, dengan ruang yang lapang.

Melihat tampilan luarnya, masjid yang selesai dibangun pada 1984 ini, mengadopsi gaya Timur Tengah (Timteng) dengan adanya kubah dan menara. Nuansa Timteng juga tampak dari susunan anak tangga dengan pola geometris menyerupai piramida. Anak tangga dengan tinggi 10 sentimeter ini menjadi bagian yang paling pertama dilewati jamaah menuju ruangan utama masjid.

Selain kubah dan menara serta anak tangga, yang membuat masjid hasil bantuan dari negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei Darussalam, dan Malaysia ini kental dengan nuansa Timteng, adalah keberadaan tiang setengah lingkaran yang ada di bagian depan masjid.

Tiang tersebut merupakan instrumen pendukung kentalnya nuansa bangunan khas padang pasir. Dengan model mihrab, tiang ini diapit dengan setengah lingkaran yang 10 kali lebih kecil. Tiangtiang ini terintegrasi dengan desaindesain modern dengan pola persegi.

Masjid ini juga tampak indah dengan balutan aksesori yang menawan. Kubah dan menara dipersolek dengan warna emas, serupa dengan Dome of Rock, di Kompleks Masjid al-Aqsha, Palestina. Yang tak kalah unik, adalah keberadaan ukiran kaligrafi di atas batu karang putih yang menampilkan kesan masjid ini, berada di kawasan pesisir. Pola ukiran batu karang ini didominasi pola segi empat yang dipadukan dengan ukiran ukiran kaligrafi ayat suci Alquran yang bahannya terbuat dari kayu.

Batu karang merupakan bahan bangunan yang paling mudah diperoleh di negara yang terletak di tengah Samudra Hindia itu. Sedangkan di menara masjid yang terdiri dari tiga lantai dengan balkon di masingmasing lantai, terdapat hiasan berupa bulan sabit berwarna emas di puncak menara.

Begitu juga, hiasan yang sama ada di ujung tertinggi kubah utama. Bentuk balkon di menara, identik dengan konsep yang dipasang di masjidmasjid besutan Mughal, India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement