Jumat 14 Oct 2016 18:00 WIB

Ketika Palestina dalam Pelukan Islam

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Yerusalem

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang musim semi 638 M, sebuah delegasi keluar dari kota dengan misi damai. Dalam perundingan antara kedua pihak, disepakati penyerahan Jerusalem dengan tiga syarat. Pertama, disepakati adanya gencatan senjata di antara kedua belah pihak. Kedua, Jerusalem hanya akan diserahkan kepada penguasa tertinggi dari pihak Islam. Ketiga, sisa pasukan Romawi yang ada diizinkan pergi menuju Mesir tanpa hambatan dari pihak Islam.

Persetujuan ini disampaikan kepada khalifah di Madinah, yang disertai permohonan agar Umar bersedia datang untuk menerima penyerahan Jerusalem. Khalifah Umar menyetujui perjanjian itu dan segera berangkat ke Palestina. Pada tahun 638 M, penyerahan kota suci itu dilakukan dari Patriach Sophorius kepada Khalifah Umar bin Khattab.

Dikisahkan, ketika tiba di Jerusalem, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci umat Nasrani, salah satunya adalah Gereja Holy Sepulchre. Saat sedang berada di gereja ini, waktu shalat umat Islam pun tiba. Uskup Sophorius pun mempersilakan Umar untuk shalat di tempat ia berada, tapi Umar menolaknya.

Umar mencontohkan perilaku Rasulullah SAW dan keterangan Alquran, yang menjelaskan, ''Bagi kamu agamamu dan bagi kami agama kami.'' (QS Al-Kafirun [108]: 6). ''Andai saya shalat dalam gereja, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre,'' jelas Umar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement