Kamis 13 Oct 2016 10:42 WIB
Dari Gatoloco. Aidit, Panji Kusmin, Monitor, Hingga Ahok (2)

Aidit Dikeroyok Massa, 'Patine Gusti Allah', dan Sinisme Islam Pascakemerdekaan

Kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jasad Muso diperlihatkan ke publik di Alun-Alun Madiun pasca gagalnya Pemberontakan PKI 1948.

Suasana makin mendidih selepas tahun 1960-an. Sikap antiagama (Islam) kian kencang ditunjukan oleh pengikut PKI. Aidit mengolok-olok soal kepengurusan penyelenggaraan ibadah haji yang memang bermasalah. Seterunya, partai Isam terbesar saat itu --Partai Masyumi—yang sudah dibubarkan oleh Presiden Sukarno terus dijadikan sasaran tuduhan bahwa merupakan sarang pemberontak. Gaya pakaian santri yang lazim memakai sarung dijadikan ejekan sebagai lambing kemunduran dan sikap kontrarevolusioner.

Riclefs kemudian mencatat seni kemudian ikut dipolitisasi. Lekra yang digawani  penulis besar Pramodeya Ananta Toer dijadikan PKI sebagai alat represi intelektual yang efektif. Maka tak ayal lagi berbagai pertunjukan oleh para pelaku seni berafiliasi kepada ajaran komunis ikut bersikap pejorative terhadap ajaran Islam.

Pertunjukan bergaya Islami seperti hadrah dan rebana yang selama ini dilakukan oleh kelompok Muslim, ditandingi dengan angklung. Di bidang teater muncul pertunjuk ‘Ketoprak’ yang mengambil lakon bertema pejoratif kepada ajaran Islam, seperti Gusti Allah Mantu (Allah Mengadakan  Pernikahan)  hingga Patine Gusti Allah (Matinya Tuhan Allah). Kebiasaan kaum santri seperti mengalunkan pujian dan shlawat sebelum melakukan shalat berjamaah pun diolok-olok dengan cara ‘memplesetkan’ kalimatnya. Ini misalnya kalimat shalawat, sholatullah salamullah diplesetkan menjadi: sholat oleh ora sholat oleh (mengerjakan sholat itu boleh, tapi tidal shalat juga boleh).

Semua kontroversi dan caci-maki kemudian memuncak seiring munculnya tragedi pemberontakan PKI di 30 September 1965. Tiba-tiba kemarahan meluas menjadi aksi saling bunuh mengulang apa yang terjadi pada bulan-bulan September dan Oktober di tahun 1948 saat PKI Musso berontak di Madiun. Derita makin bertambah karena peristiwa itu berbuntut pada aksi pembunuhan yang meluas. Rakyat terutama yang tinggal di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali banyak yang menjadi korbannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement